Operasional BRT Diusulkan Sistem KontrakBALAI KOTA-SuaraMerdeka-Sistem kerja sama operasional Bus Rapid Transit (BRT) milik Pemkot dengan konsorsium PT Trans Semarang diubah dengan kontrak. Hal itu dilakukan sebagai upaya transisi sebelum dibentuk badan layanan usaha (BLU) yang mengoperasikan angkutan massal itu.
Wali Kota Sukawi Sutarip mengatakan, sistem kontrak dipilih sebagai tahapan menuju BLU. Ia beralasan, bila BLU untuk BRT didirikan, Pemkot merasa akan kesulitan, terutama manajemen transportasi yang membutuhkan kalangan profesional.
Ditambahkannya, apabila dikerjakan sistem kontrak dengan menggandeng pihak ketiga, yang tak lain PT Trans Semarang, maka kesulitan itu bisa teratasi. ’’Dulu RSUD Kota Semarang saat berubah status menjadi BLU juga butuh waktu. Kalau sistem kontrak, berarti sama dengan misalnya pekerjaan jalan, maka perlu kerja sama dengan kontraktor. Untuk BRT ini juga demikian, dikontrakkan. Untuk BLU masih butuh waktu,’’ katanya, Selasa (19/1).
Selama ini PT Trans Semarang menjalankan BRT hanya sebatas menjalankan instruksi dari Pemkot. Keberadaan PT Trans Semarang sendiri didirikan gabungan operator angkutan umum yang memiliki trayek yang ’’dilindas’’ BRT koridor Mangkang-Penggaron. Dirut PT Trans Semarang, Tutuk Kurniawan mengatakan, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada Pemkot sistem pengelolaan BRT.
’’Selama ini kami dimintai bantuan Pemkot untuk mengoperasikan Pemkot. Itu bermula dari keinginan para operator angkutan yang khawatir terlindas oleh hadirnya BRT. Lalu membentuk konsorsium dan menjalankannya,’’ katanya.
Hanya saja, kata Tutuk, sumber pendanaan operasional BRT berasal dari penjualan tiket. Karena hingga kini belum memenuhi target pendapatan, maka kinerja konsorsium itu masih terbilang rugi.
Untuk bisa memperoleh keuntungan maka BRT harus bisa mencapai target 7.000 penumpang per hari. Namun hingga empat bulan beroperasi, perolehan penumpang rata-rata 32% dari target yang dipatok. ’’Makanya kemudian ada usulan subsidi Pemkot untuk BRT. Ini logis. Tarif normal itu Rp 7.000. Namun BRT hanya memasang tarif Rp 3.500,’’ katanya.
Sepi Penumpang Tutuk juga memaparkan hasil evaluasi belum tercapainya target penumpang karena jarak antarshelter masih berjauhan, banyak angkutan yang beroperasi di koridor BRT, dan juga start BRT di Terminal Mangkang serta Terminal Penggaron sepi penumpang.
Sesuai prosedur, Pemkot seharusnya memindahkan sebagian mikrolet dan bus yang memiliki trayek serupa dengan BRT. Kebijakan itu hingga kini belum dilaksanakan. Ada 265 mikrolet dan 72 bus ukuran sedang di trayek Mangkang-Penggaron.
Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang, Agung Purno Sarjono mengatakan, Pemkot harus menjelaskan hasil kerja sama selama ini dengan PT Trans Semarang. Hingga kini DPRD belum mengetahui evaluasi operasional BRT.
’’Bagaimana mau menyetujui usulan kerja sama kontrak kalau hasil kerja sama selama ini belum dijelaskan kepada kami. Kami juga perlu mempertimbangkan lagi dengan standar operasional sesuai aturan yang ada,’’ katanya.
Sementara itu, anggota Badan Anggaran DPRD, Ari Purbono mengatakan, usulan Rp 5 miliar untuk operasional BRT dan Rp 2 miliar untuk perbaikan sarana-prasarana masuk dalam kesepakatan KUA PPA yang kemarin ditandatangani antara Pemkot dan DPRD.
Terkait dengan usulan sistem kontrak, menurut Ari itu menandakan Pemkot apriori terhadap upaya pengembangan transportasi yang baik. BRT sebagai kebutuhan publik sudah seharusnya menjadi prioritas program Pemkot.
’’Kalau Pemkot memiliki komitmen maka membentuk BLU BRT itu tidak sulit,’’ tandasnya. (H22,H54-87)

Comments :
0 komentar to “Ari Purbono : Kalau Pemkot memiliki komitmen maka membentuk BLU BRT itu tidak sulit”
Posting Komentar