Simple Template For Entertainment News


Tempat Informasi Kegiatan Kader DPC PKS Gajahmungkur


GALLERY


Jumat, 30 April 2010

Maju dan Tegarlah Berkat Kritikan!!


KRITIK. Kata yang tidak semua dari kita menyukainya, apalagi bila kritikan pedas yang diarahkan kepada kita itu tidak melihat situasi dan kondisi. Apapun yang dilakukan oleh manusia, baik ataupun buruk, itu tak lepas dari yang namanya kritikan. Aktivitas baik pun akan membuahkan kritikan, apalagi aktivitas buruk. Pengkritik tidak selamanya salah, namun tidak selamanya benar.

Terkadang maksud mengkritik itu baik, dengan tujuan agar seseorang mau membenahi diri, tetapi penyampaian kritik yang kurang tepat dapat dengan mudah membuat salah paham dan menghasilkan respon yang tidak baik dari pihak yang dikritik.

Terkadang pula kondisi hati yang lagi bad mood membuat orang salah persepsi dalam menilai sebuah kritikan. Misalkan teman anda berjerawat di keningnya, lalu anda menciumnya dengan maksud menunjukkan kasih sayang yang anda miliki pada teman tersebut, namun karena jerawat itu sakit bila disentuh, maka ciuman pada teman anda tersebut dapat menimbulkan reaksi marah. Maksud hati baik, namun kondisi tidak tepat, sehingga akan menimbulkan kejadian yang berakibat fatal.

Ada banyak tujuan maksud orang mengkritik, bisa karena peduli terhadap anda, juga sebaliknya, ada pula kritikan yang bersifat menjatuhkan. Anda bisa mendeteksinya dari pesan yang terkandung dari kritiknya dan dari adab dalam mengkritik. Jika mempunyai tujuan baik, pengkritik akan memilih menyampaikan kritik melalui cara yang santun dan bukan di tempat umum. Cara ini lebih cenderung akan membuat pihak yang dikritik bisa menerima dengan lapang dada, sepedas apapun kritik yang disampaikan. Namun jika kritikan tersebut di tempat umum, itu bisa membuat pihak yang dikritik tersinggung dan marah.

…Ada banyak tujuan maksud orang mengkritik, bisa karena peduli terhadap anda, juga sebaliknya, ada pula kritikan yang bersifat menjatuhkan…

Banyak cara menguatkan diri saat menghadapi kritikan, dan anda bisa menjadikan kritikan sebagai karunia besar dari Allah Yang Maha Rahman, antara lain:

1. Hadapi kritikan dengan sabar dan ikhlas

Anda semua tentunya tahu sejarah Rasul yang mulia saat mendakwahkan Islam ke bani Thaif. Saat itu istri tercinta beliau, Khadijah belum lama wafat. kesedihan menghampiri beliau, dan saat mendakwahkan Islam rahmatan lil ‘alamin, bukannya hal baik yang beliau terima, namun umpatan, makian dari warga yang terjadi saat itu, namun dengan penuh kesabaran Rasulullah bertahan dengan situasi yang pedih itu. Subhanallah, sebuah teladan yang sempurna bagi umatnya.

2. Jadikan kritikan sebagai training gratis untuk menguatkan kepribadian

Sekarang ini telah banyak diadakan seminar dan workshop pengembangan kepribadian oleh beberapa lembaga seperti Quantum Ikhlas, dll. Bahkan pembicara dari lembaga sejenis itu juga sudah merambah hingga ke luar negeri. Beberapa kali seminar seperti itu diadakan di negeri beton, dengan menghadirkan pembicara dari Indonesia, peserta selalu membludak. Walaupun biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit, tapi banyak peminat karena ingin ada peningkatan kualitas berpikir. Peserta harus mengikuti serangkaian program dan aturan yang ditentukan oleh pembicara.

Apa hubungannya antara kritik dengan seminar di atas?

Jika seminar di atas dilakukan berdasarkan pertimbangan yang matang, terencana, dan mengeluarkan uang, tapi hal ini tidak berlaku untuk sebuah kritik yang anda terima. Kritik itu bersifat spontan dari orang, tanpa diminta, anda bisa menjadikan kritikan dari orang lain untuk meningkatkan kekebalan mental secara gratis, maknai sebuah kritikan itu sebagai jembatan pembentukan pribadi yang kuat dan matang, jangan dipahami secara negatif yang dapat mengakibatkan semangat anda tercuri.

3. Nikmati kritikan-kritikan itu

Anda pasti tahu buah durian, aromanya yang menyengat membuat orang tidak tahan, namun rasa buahnya yang manis membuat lidah ingin mencicipinya. Jika anda termasuk orang yang tidak menyukai aroma durian, tapi menyukai rasa buahnya, cara paling efektif untuk memakannya adalah, nikmati saja rasa kelezatan buah durian, jangan fokus mencium baunya yang membuat anda ingin lari menjauhi. Begitupun sebuah kritikan, jangan fokus pada pedas dan menyakitkannya sebuah kritikan, tapi nikmati saja kritikan itu dengan santai, jadikan pembelajaran untuk menguatkan kesabaran.

…Jangan fokus pada pedas dan menyakitkannya sebuah kritikan, tapi nikmati saja kritikan itu dengan santai, jadikan pembelajaran untuk menguatkan kesabaran…

4. Berterima kasih pada pengkritik

Sulit memang menyembunyikan rasa kecewa bila dikritik oleh orang lain, tapi orang-orang yang berjiwa besar tidak menjadikan sebuah kritikan itu sebagai penghalang cita-citanya. Pepatah mengatakan,

‘Berterima kasihlah pada orang yang telah menjatuhkan anda, karena ia telah menguatkan kemampuan anda’. ‘Berterima kasihlah pada orang yang telah mengecam anda, karena ia telah menumbuhkan ketenangan dan kebijaksanaan anda’.

Jadi, makna kritikan itu hendaknya dipahami sebagai alat untuk menambah kebijaksanaan, kearifan, kedewasaan dalam menambah kualitas diri, bukan dipahami sebagai alat yang bersifat menjatuhkan.

You are what you think, anda sebesar perasaanmu.

Orang-orang besar seperti Thomas Alva Edison selalu menuai kritikan sewaktu proses melakukan riset, tetapi tidak pernah membuka telinga terhadap kritik yang dapat menjadi boomerang dalam meraih mimpinya.

5. Anda adalah nahkoda bagi hidup anda

Allah menganugerahkan hidup ini dengan sebaik-baik bentuk takdir, membekali kita akal yang berfungsi untuk berpikir, membedakan sesuatu yang baik dan buruk.

Anda bisa mendayagunakan anugerah Allah tersebut, hendak ke mana hidup ini anda bawa saat mengemudikan perahu anda, menuju pulau mimpi, tetapi di tengah perjalanan datanglah orang yang melubangi perahu anda, agar bocor dan air masuk ke dalam perahu anda. Apakah anda akan membiarkan orang tersebut menenggelamkan perahu anda, atau anda mencegah orang tersebut? Begitulah hidup, anda harus mempunyai serangkain mimpi/cita-cita, namun, janganlah mudah membiarkan orang lain merobek mimpi anda.

…Tak perlu takut atau marah terhadap kritik, jika anda yakin bahwa jalan yang di tempuh itu benar, teruslah melangkah…

6. Kritik itu sesuatu yang wajar

Kritik itu pasti akan mengikuti selama manusia itu bernafas, jadi tidak perlu fokus pada kritikan yang bersifat melemahkan, pepatah mengatakan, ’Tak seorang pun pernah meraih kesuksesan tanpa terlebih dahulu harus menggung hujan kritikan yang melemahkan hati dari kawan maupun lawan’, So tetap semangat terhadap segala kritik.

Jadi tidak perlu takut atau marah terhadap kritik, jika anda yakin bahwa jalan yang di tempuh itu benar, teruslah melangkah. [Yuli Anna Pendamba Surga/voa-islam.com]

READ MORE >>

Apa Pantas Berharap Surga?


by : -Roni Irmunika Sandu

Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil terkantuk-kantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarang di masjid, milih ayatnya yang pendek- pendek saja agar lekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu.

Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupun sesudah shalat wajib. Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk catatan, "Kalau tidak terlambat" atau "Asal nggak bangun kesiangan." Dengan sholat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?

Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi malam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya. Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan keluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumber panggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh di atas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.

Baca Qur'an sesempatnya, itu pun tanpa memahami arti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun membuat dada ini bergetar, padahal tanda-tandaorang beriman itu adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya. Hanya satu dua lembar ayat yangsempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin. Kadang lupa, sedang sibuk, kadang malas. Yang begini ngaku beriman?

Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas mereka untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka terhenti, tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna terdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya.

Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan tetes air mata. Setiap tetes yang akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuh karena lidah-lidah indah yang melafazkan ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi.

Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada, dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet. Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadap sesama juga jarang, paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti sosial, yah hitung-hitung ikut meramaikan. Sudah lah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih pelit, senyum. Apa sih susahnya senyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap Kebaikan dan Kasih Allah?

Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya, tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milik Khadijah, Aisyah, dan isteri-isteri beliau yang lain. Juga bukan semata teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya. Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan kepada musuhnya sekali pun. Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba beramal shaleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.

Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelah kanan, ya tetangga sebelah kiri. Seringkali masalahnya cuma soal sepele dan remeh temeh, tapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri.

Detik demi detik dada ini terus jengkel setiap kali melihat keberhasilan orang dan berharap orang lain celaka atau mendapatkan bencana. Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada ini? Adakah pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasulullah kelak?

Wajah Indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya kepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surga Allah kelak. Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah para pemilik wajah indah pula. Tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu? Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara sendiri?

Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat. Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apalah lagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal mereka tak butuh apa pun selain sikap ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga darah. Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga Allah?

Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih. Kaki mulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuh surga. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil tak beribu memerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian nama Ayah?

Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat masih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan menyejukkan?

Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu. Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran mereka? Jangan tunggu penyesalan…


Astaghfirullaah...

sumber :- IKHWAN & AKHWAT PKS
- pks-gajahmungkur.blogspot.com
READ MORE >>

Kesalahan-kesalahan yang Mengurangi Pahala Shalat Jum'at


Oleh: Badrul Tamam

Shalat Jum'at adalah amal ibadah yang paling khusus dan istimewa pada hari Jum'at. Pelaksanaanya memiliki kekhususan yang berbeda dengan shalat-shalat lainnya, khususnya Dzuhur yang sama waktunya. Dari cara bersuci, sangat dianjurkan untuk mandi besar sebagaimana mandi janabat. Cara berpakaian, sangat dianjurkan memakai pakaian terbagus dan menggunakan wewangian. Berangkatnya ke masjid, sangat-sangat dianjurkan lebih awal dengan janji pahala yang lebih besar daripada yang datang berikutnya. Sebelum shalat dimulai, diawali dengan khutbah yang harus diperhatikan dengan seksama oleh jama'ah. Jama'ah tidak boleh tidur, mengobrol dan berbicara dengan kawannya, atau sibuk dengan kegiatan yang bisa memalingkan dari mendengarkan khutbah. Jika hal tersebut dilanggar maka pahala shalat Jum'at dan keutamannya tidak akan didapatkan.

Beriktu ini beberapa dalil yang menunjukkan keutamaan shalat Jum'at:

1. Diriwayatkan dari Aus bin Aus radliyallah 'anhu, berkata, "aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, al-Nasai no. 1364 Ahmad no. 15585)

2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَقَفَتْ الْمَلَائِكَةُ عَلَى أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَيَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ إِلَى الْجُمُعَةِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي بَدَنَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَقَرَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي كَبْشًا ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي دَجَاجَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ وَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ طَوَوْا صُحُفَهُمْ وَجَلَسُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

"Jika tiba hari Jum'at, maka para Malaikat berdiri di pintu-pintu masjid, lalu mereka mencatat orang yang datang lebih awal sebagai yang awal. Perumpamaan orang yang datang paling awal untuk melaksanakan shalat Jum'at adalah seperti orang yang berkurban unta, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban sapi, dan yang berikutnya seperti orang yang berkurban kambing, yang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban ayam, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban telur. Maka apabila imam sudah muncul dan duduk di atas mimbar, mereka menutup buku catatan mereka dan duduk mendengarkan dzikir (khutbah)." (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 10164)

3. Diriwayatkan dari Salman radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى

"Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan khutbah dengan seksama ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya." (HR. Bukhari dalam Shahih-nya, no. 859)

4. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih, lafadz milik al Bukhari dalam Shahihnya, no. 859)

Dalam riwayat Ahmad, dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ

"Siapa yang berbicara pada hari Jum'at, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya, 'diamlah!', tidak ada Jum'at baginya." (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).

Hadits-hadits di atas menjelaskan bahwa shalat Jum'at memiliki pahala besar. Barangsiapa melaksanakannya sesuai dengan syarat-syaratnya, tata tertibnya, sunnah-sunnahnya, maka dia akan memperoleh banyak pahala dan keutamaan sebagai berikut:

  • Setiap langkah dari rumahnya menuju ke masjid mendapatkan pahala seperti pahala puasa dan pahala shalat malam setahun penuh.
  • Mendapatkan pahala seperti orang yang berqurban unta, atau sapi, atau kambing, atau ayam, atau telur, sesuai seberapa pagi ia berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat Jum'at.
  • Mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang telah ia lakukan hingga tiba shalat Jum'at berikutnya dan tambahan tiga hari menurut sebagian riwayat.
  • Malaikat mencatat pahala shalat Jum'atnya di dalam catatan mereka, selain catatan malaikat yang bertugas menuliskan amal.

Saat ini banyak umat Islam yang tidak mendapatkan pahala besar ini karena melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat menghilangan keutamaan ibadah Jum'atnya. Hal tersebut terjadi karena malas, bodoh, atau karena lingkungan dan adat yang jauh dari sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kesalahan-kesalahan tersebut terangkum dalam kumpulan berikut ini:

1. Tidak berangkat ke masjid untuk shalat Jum'at pagi-pagi. Padahal, berangkat pagi-pagi untuk shalat Jum'at sangat dianjurkan dan menjadi kebiasaan para salafush shalih. Hal ini dikuatkan oleh hadits pertama dan kedua di atas.

Hadits pertama menjelaskan bahwa berangkat pagi-pagi ke masjid menjadi syarat untuk mendapatkan keutamaan pahala shalat Jum'at dengan sempurna. Dan berangkatnya ke masjid disunnahkan dengan berjalan kaki. Karena itu Imam al Nasai dan al Baihaqi membuat bab khusus dalam kitab mereka, "Keutamaan berjalan kaki untuk shalat Jum'at."

Abu Syamah berkata, "Pada abad pertama, setelah terbit fajar jalan-jalan kelihatan penuh dengan manusia. Mereka berjalan menuju masjid jami' seperti halnya hari raya, hingga akhirnya kebiasaan itu hilang." Lalu dikatakan, "Bid'ah pertama yang dilakukan dalam Islam adalah tidak berangkat pagi-pagi menuju masjid." (Dinukil dari Akhtha' al Mushalliin -edisi Indonesia: Kesalahan-kesalahan dalam shalat-, Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan, hal. 236)

2. Tidak mandi, tidak memakai wangi-wangian, dan tidak bersiwak.
Tidak mandi Jum'at menyebabkan tidak didapatkannya janji pahala di atas. Karena mandi Jum'at menjadi syarat untuk mendapatkan pahala shalat Jum'at yang besar, berdasarkan pada dua hadits pertama di atas.

Tidak mandi Jum'at menyebabkan tidak didapatkannya janji pahala di atas. Karena mandi Jum'at menjadi syarat untuk mendapatkan pahala shalat Jum'at yang besar, . .

3. Masuk masjid sambil bercakap-cakap dengan kawannya ketika imam sedang berkhutbah.
Keduanya telah melakukan larangan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radliyallah 'anhu,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, 'Diamlah!', sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih)

Al Nadhar bin Syamil berkata, "Makna dari kata laghauta adalah kamu gagal mendapatkan pahala. Dikatakan juga bahwa maknanya adalah sia-sia keutamaan shalat Jum'atmu." (Dinukil dari Akhtha' al Mushalliin -edisi Indonesia: Kesalahan-kesalahan dalam shalat-, Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan, hal. 239)

Asal makna al-Inshat adalah dia dan tidak berbicara kepada orang. Karena ini ada sebagian pendapat yang memperbolehkan mendengarkan sambil membaca Al-Qur'an atau membaca dzikir. Akan tetapi, menurut Syaikh al Kanwi, yang benar adalah diam secara mutlak, tidak berbicara, tidak membaca, dan tidak berdzikir.

4. Berbicara dan tidak mendengarkan khutbah secara seksama.
Terkadang ada orang yang sudah melaksanakan mandi Jum'at, memakai wewangian, dan pergi ke masjid pagi-pagi dengan berjalan kaki, tapi ia tidak mendekat ke imam dan memilih duduk menjauh dari khatib. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi kesempurnaan pahala shalat Jum'atnya.

Namun terkadang ada juga yang sudah mendekat kepada imam tapi melakukan hal-hal yang tidak berguna sehingga memalingkannya dari memperhatikan khutbah, misalnya memainkan krikil, biji tasbih, kain sajadah, tikar atau sibuk menegur temannya untuk diam. Perbuatan ini menyebabkan pelakunya tidak memperoleh pahala shalat Jum'at.

5. Berkeliling mengedarkan kotak amal untuk mengumpulkan shadaqah dan infak dari para jama'ah ketika imam sedang khutbah. Atau juga setiap jama'ah sibuk menggeser kotak amal tersebut dan menggabil uang dari sakunya untuk dimasukkan ke kotak amal sehingga mengganggu konsentrasi dia dalam mendengarkan khutbah. Dan siapa yang ingin memperjelas masalah ini silahkan membaca Hukum Edarkan Kotak Infak Saat Khutbah Jum'at

6. Tidur pada saat imam menyampaikan khutbah.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Aun, dari Ibnu Sirin, ia berkata, "Mereka (para ulama) tidak menyukai tidur pada saat imam berkhutbah dan mereka memperingatkan tentang itu dengan peringatan yang keras."

Dianjurkan bagi orang yang mengantuk untuk berpindah tempat. Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الْمَسْجِدِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ إِلَى غَيْرِهِ

"Jika salah seorang kalian mengantuk di masjid pada hari Jum'at, hendaknya dia pindah dari tempat duduknya itu ke tempat lain." (HR. Ahmad dalam al-Musnad, no. 4643)

7. Melangkahi jama'ah yang duduk dan mengganggu orang yang di sekitarnya.

Ampunan terhadap dosa yang sudah dijanjikan antara dua Jum'at masih bergantung pada beberapa sifat lain yang harus dipenuhi, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Salman di atas;

"Kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan). . "

Diriwayatkan dari Abdullah bin Busr, bahwa seorang laki-laki datang ke masjid dengan melangkahi bahu leher orang-orang pada hari Jum'at. Saat itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedang menyampaikan khutbah, lalu beliau bersabda:

اٍجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ

"Duduklah, sungguh kamu telah mengganggu orang lain, sedangkan kamu datang terlambat." (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya, no. 1105)

Hadits di atas menunjukkan bahwa melangkahi orang yang ada di depannya pada hari Jum'at hukumnya haram. Hukum haram ini hanya khusus pada hari Jum'at, seperti yang disebutkan dengan jelas dalam hadits di atas. Mungkin juga disebutkan hari Jum'at karena hal itu sering terjadi pada hari Jum'at dengan banyaknya orang yang hadir di masjid. Dengan demikian, larangan melangkahi jama'ah yang lain juga berlaku pada shalat-shalat lainnya. Inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, karena di dalamnya terdapat 'llah, yaitu menyakiti/mengganggu orang lain. Bahkan hal itu juga terjadi dalam majelis ilmu.

Hadits di atas menunjukkan bahwa melangkahi orang yang ada di depannya pada hari Jum'at hukumnya haram.

8. Membelakangi imam dan kiblat pada saat disampaikan khutbah.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya dalam khutbah Jum'at: "Ketika beliau berdiri menyampaikan khutbah pada hari Jum'at, para sahabat beliau mengarahkan pandangan dan wajah mereka ke arah beliau. Wajah beliau tepat berada di hadapan mereka pada saat berkhutbah."

Realita yang kadang nampak, sebagian jama'ah shalat Jum'at bersandar pada dinding atau tiang masjid dengan membelakangi kiblat dan wajah khatib. Padahal khatib menghadap ke mereka untuk mendahulukan maslahat mereka dan supaya mereka bisa mengambil manfaat dari khutbah tersebut.

9. Duduk memeluk lutut pada saat imam berkhutbah.

Imam Ahmad, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Hakim meriwayatkan dari Mu'adz radliyallah 'anhu, ia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ

"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang hubwah (duduk memeluk lutut) pada hari Jum'at pada saat imam sedang berkhutbah." (HR. Abu Dawud no. 936, al-Tirmidzi no. 472, Ahmad no. 15077, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 1020)

Al-Hubwah berasal dari kata ihtibaa', yaitu merapatkan kedua kaki ke perut dan memasukkan ke dalam kainnya hingga menyatu dengan punggungnya. Bisa juga dengan cara merapatkan kedua kaki ke perut dan memeluk kedua lutut dengan dua tangan sebagai ganti dari baju.

Dengan demikian kita tahu, orang yang duduk seperti ini pada saat imam membaca khutbah telah melakukan kesalahan. Duduk seperti ini dilarang karena menggambarkan sifat malas bagi pelakunya dan menyebabkannya tertidur. Duduk seperti itu juga bisa menyebabkan batalnya wudlu' dan terbukanya aurat.

Beberapa hal di atas harus dijauhi oleh seorang muslim yang hadir melaksanakan shalat Jum'at. Jangan sampai hal-hal yang sering dianggap kecil dan remah di atas menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan kesempurnaan pahala shalat Jum'at. Wallahu Ta'ala a'lam. . .

(PurWD/voa-islam.com)

READ MORE >>

Pada dirimu ada potensi

oleh : Dewi Yuniasih

Siapa bilang seorang ibu rumah tangga tidak mempunyai potensi dan peran yang dibanggakan? Siapa yang berani mengatakan bahwa pekerjaan menjadi ibu dan istri adalah sesuatu yang tidak berarti?
Jika ada yang berani mengatakan demikian, berarti orang tersebut tidak menghargai ibunya sendiri, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidiknya hingga menjadi orang yang bisa berdiri tegak di atas kedua kakinya sendiri.


Sahabat wanita,
Kita semua punya potensi. Sebagai apapun dia. Dokter, guru, dosen, pedagang, pegawai kantoran, pegawai restoran atau warung tegal, penyapu jalanan. Bahkan yang tidak mempunyai pekerjaan dalam status yang dilihat oleh banyak orang ’ibu rumah tangga’. Sebagian orang mengatakan bahwa ibu rumah tangga adalah status penganggur, padahal tidak. Justru pekerjaan yang memerlukan semua hal yang diperlukan, kelembutan hati dan perasaan, kejelian pandangan, pendengaran dan juga tangan, belum juga kerja keras otot-otot yang diperlukan.
Siapa yang mampu membentuk seorang profesor, tanpa adanya kerja keras seorang ibu?
Siapa yang bisa menghasilkan sosok pemimpin yang bijaksana, tanpa besutan tangan seorang wanita yang penuh bijak?
Yakinlah, seseorang, sehebat apapun dia, dia pasti memerlukan sosok wanita yang berkualitas. Yang membesarkannya untuk menjadi seorang yang berkualitas pula. Seorang Ibu.

Sahabat wanita dimanapun berada,
Jangan pernah remehkan arti potensi yang kita miliki. Jangan pernah ada kata ’minder’ dalam benak kita kalau kita hanya sebagai seorang ibu tanpa embel-embel pekerjaan lainnya.
Tapi yang jelas, kita akan lebih bisa mengoptimalkan potensi kita dengan mengasahnya, dan menambah keilmuan-keilmuan yang membuatnya semakin luar biasa.
Menambah ilmu dengan membaca.
Mencari ilmu dengan belajar.
Mengasah ilmu dengan diskusi.
Menerapkan ilmu dengan praktek nyata.

Sahabat wanita,
Kita punya potensi.
Kita bisa mempertajamnya dengan membaca, belajar, diskusi dan juga mengamalkannya.
Kita punya kemampuan.
Maka, tiada lagi alasan buat kita untuk minder.
Ayo pertajam dan asah potensi kita.
Insyaalloh, kita bisa.

Berlin,29 april 2010
(mengambil moment kartini)
READ MORE >>

Kisah Abul Ash Bin Rabi Sang Menantu Rasulullah


Abul Ash bin Rabi al-Absyami al-Quraisyi, seorang pemuda kaya, tampan-rupawan, mempesona setiap orang yang memandang kepadanya.

Dia berkecimpung dalam kenikmatan, dengan status sosial yang tinggi sebagai bangsawan. Dia menjadi model bagi ahli-ahli penunggang kuda bangsa Arab dengan segala persoalannya, kesombongan, ciri-ciri kemanusiaan, kesetiaan, dan kebangsaaan warisan nenek moyang atau turunan.

Abul Ash memang mewarisi dari Quraisy bakat dan keterampilan berdagang pada dua musim, yaitu musim dingin dan musim panas. Kendaraannya tidak pernah berhenti pulang dan pergi antara Mekah dan Syam.

Kafilahnya mencapai jumlah seratus ekor unta dan dua ratus personel. Masyarakat menyerahkan harta mereka kepadanya untuk diperdagangkan, karena dia telah membuktikan kepintaraannya dalam berdagang, dan dia selalu benar dan dapat dipercaya.

Khadijah binti Khuwailid, istri Muhammad bin Abdullah, adalah bibi Abul Ash bin Rabi. Khadijah menganggap Abul Ash sebagai anak kandungnya sendiri, dan melapangkan tempat baginya di hati dan di rumahnya, suatu tempat yang tidak ada taranya, terhormat dan penuh kasih sayang. Begitu juga kasih sayang Muhammad bin Abdullah kepada Abul Ash, tidak kurang pula dari kasih sayang Khadijah kepadanya.

Tanpa terasa, tahun demi tahun berlalu cepat melewati rumah tangga Muhammad bin Abdullah. Anaknya yang tertua telah menjadi putri remaja, berkembang sebagai bunga ros mengorak kelopak dengan indahnya. Sehingga pemuda-pemuda putra para bangsawan Mekah tergiur hendak memetiknya. Mengapa tidak ..? bukankah Zainab gadis Quraisy keturunan bangsawan murni yang berakar dalam. Sebagai putri dari ibu bapak yang mulia, dia beradab dan berakhlak tinggi. Tetapi, bagaimana mereka akan dapat memetiknya? Di antara mereka telah hadir putra bibi Zainab sendiri, seorang pemuda ganteng dan rupawan, yaitu Abul Ash Ibnu Rabi yang tidak asing lagi.

Belum begitu lama, baru beberapa tahun, berlangsung perkawinan Zainab binti Muhammad dengan Abul Ash, nur ilahi yang cemerlang memancar di kota Mekah yang diselimuti kesesatan. Allah SWT mengutus Muhammad sebagai nabi dan rasul-Nya dengan agama yang hak.

Pada tahapan pertama Allah memerintahkan Nabi saw. supaya mengajak keluarga terdekat. Maka, wanita yang pertama-tama beriman, ialah istrinya, Khadijah binti Khuwailid, dan putri-putrinya: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan Fathimah, sekalipun ketika itu Fathimah masih kecil, kecuali menantunya, Abul Ash. Dia enggan berpisah dengan agama nenek moyangnya dan enggan pula menganut agama istrinya, Zainab. Meski demikian, Abul Ash tetap mencintai istrinya. Cintanya kepada Zainab tetap tulus dan murni.

Ketika pertentangan antara Rasulullah dengan kaum kafir Quraisy semakin meningkat, mereka saling menyalahkan, "Celaka kalian ..! sesungguhnya kalianlah yang membawa kesusahan. Kalian nikahkan putra-putri kalian dengan putri-putri Muhammad. Seandainya kalian kembalikan putri-putri Muhammad itu kepadanya, kita tidak akan memikirkannya lagi.

Jawab yang lain, "Itu suatu pemikiran yang bagus!" Lalu, mereka pergi menemui Abul Ash!

Kata mereka, "Hai Abul Ash, ceraikan isterimu! Kembalikan dia ke rumah bapaknya! Kami sanggup dan bersedia mengawinkanmu dengan siapa yang engkau sukai dari segudang wanita Quraisy yang cantik-cantik."

Jawab Abul Ash, "Tidak! aku tidak akan menceraikannya. Aku tidak hendak menggantikannya dengan wanita mana pun di seluruh dunia ini."

Dua orang putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kaltsum telah dicerai oleh suaminya dan diantar kembali ke rumah bapaknya. Rasulullah gembira menerima kedua putrinya itu. Bahkan, beliau ingin kiranya Abul Ash mmelakukan pula hal yang sama terhadap istrinya, Zainab. Tetapi apa boleh buat, beliau tidak kuasa untuk memaksakan keinginannya itu. Di samping itu, ketika itu hukum Islam belum mengharamkan perkawinan wanita mukminah dengan pria musyrik.

Setalah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, kaum Quraisy memerangi beliau di Badar. Abul Ash terpaksa ikut berperang di pihak Quraisy, memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Dia memang sungguh-sungguh terpakasa karena tidak ada sedikit pun keinginan berperang dengan Rasulullah dan kaum muslimin. Dan, tidak ada satu kepentingan yang akan diperolehnya dengan memerangi mereka. Hanya, karena ia berdomisili bersama kaum yang memerangi Muhammad saw.

Perang Badar membawa kekalahan besar yang memalukan bagi kaum Quraisy, sehingga menundukkan puncak kesombongan kemusyrikan, keangkuhan, keganasan, dan kekejaman mereka. Di antaranya ada yang terbunuh, ada yang tertawan, dan ada pula yang melarikan diri. Abul Ash, suami Zainab binti Muhammad, termasuk kelompok orang yang tertawan.

Rasulullah mewajibkan setiap tawanan menebus diri mereka dengan uang tebusan, jika mereka ingin bebas. Beliu menetapkan uang tebusan itu antara seribu sampai dengan empat ribu dirham, sesuai dengan kedudukan dan kekayaan tawanan itu dalam kaumnya. Maka, berdatanganlah para utusan pulang dan pergi antara Mekah dan Madinah membawa uang untuk menebus orang-orang yang tertawan.

Zainab binti Muhammad mengutus utusan ke Madinah dengan uang tebusan untuk menebus suaminya, Abul Ash. Dalam uang tebusan itu terdapat antara lain sebuah kalung milik Zainab, hadiah dari ibunya, Khadijah binti Khuwailid, pada hari perkawinan Zainab dengan Abul Ash. Ketika Rasulullah melihat kalung tersebut, wajah beliau berubah sedih dengan kesedihan yang sangat mendalam, membayangkan rindu kepada anaknya, Zainab, atau mungkin teringat dengan almarhumah istrinya, Khadijah binti Khuwailid.

Rasulullah menoleh kepada para sahabat seraya berkata, "Harta ini dikirim oleh Zainab untuk menebus suaminya, Abul Ash. Jika tuan-tuan setuju, saya harap tuan-tuan bebaskan tawanan itu tanpa uang tebusan. Uang dan harta Zainab kirimkan kembali kepadanya." Jawab para sahabat, "Baik, ya Rasulullah! Kami setuju!"

Rasulullah membebaskan Abul Ash dengan syarat dia mengantarkan zainab kepada beliau. Maka, setibanya di Mekah, Abul Ash segera berbuat sesuatu untuk memenuhi janjinya kepada Rasulullah. Diperintahkan istrinya agar segera bersiap untuk melakukan perjalan jauh ke Madinah. Para utusan Rasulullah menunggu tidak jauh dari luar kota Mekah. Abul Ash menyiapkan perbekalan dan kendaraan untuk kepergian istrinya. Abul Ash menyuruh adiknya, Amr bin Rabi, mengantar Zainab dan menyerahkannya kepada utusan Rasulullah.

Amr bin Rabi menyandang busur dan membawa sekantong anak panah. Zainab dinaikkannya ke Haudaj. Mereka pergi ke luar kota tengah hari, di hadapan orang banyak kaum Quraisy. Melihat mereka pergi, orang-orang Quraisy bangkit marahnya dan heboh. Lalu, mereka susul keduanya dan mereka dapatkan belum jauh dari kota. Zainab mereka takut-takuti dan mereka ancam. Tetapi, Amr telah siap dengan busur panah dan meletakkan kantong anak panah di hadapannya. Kata Amr, "Siapa mendekat, aku panah batang lehernya."

Amr menang, terkenal dengan pemanah jitu yang tidak pernah gagal bidikannya. Di tengah-tengah suasana tegang seperti itu, tibalah Abus Sufyan bin Harb yang sengaja dihubungi mereka. Kata Abu Sufyan, "Hai, anak saudaraku! letakkan panahmu! Kami akan bicara denganmu."

Amr meletakkan panahnya. Kata Abu Sufyan, "Perbuatanmu ini tidak betul, hai Amr. Engkau membawa Zainab keluar dengan terang-terangan di hadapan orang banyak dan di depan mata kami. Orang Arab seluruhnya tahu akan kekalahan mereka di Badar dan musibah yang ditimpakan bapak Zainab kepada kami. Bila engkau membawa Zainab secara terang-terangan begini, berarti engkau menghina seluruh kabilah ini sebagai penakut, lemah dan tidak berdaya. Alangkah hinanya itu. Karena itu, bawalah Zainab kembali kepada suaminya untuk beberapa hari. Setelah penduduk tahu kami telah berhasil mencegah kepergiannya, engkau boleh membawanya secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi, jangan dia siang bolong seperti ini. Engkau boleh mengantarkannya ke bapaknya. Kami tidak mempunyai kepentingan apa-apa untuk menahannya.

Amr setuju dengan saran Abu Sufyan. Dibawanya Zainab kembali ke rumah suaminya di Mekah. Sesudah beberapa hari kemudian Amr membawa Zainab ke luar kota dengan sembunyi-sembunyi pada tengah malam, dan menyerahkannya kepada para utusan bapaknya dari tangan ke tangan, sebagaimana dipesankan abangnya, Abul Ash bin Rabi.

Sesudah berpisah dengan istrinya, Abul Ash tetap tinggal di Mekah beberapa waktu hingga menjelang pembebasan kota Mekah. Dia berdagang ke Syam seperti yang biasa dilakukannya sebelumnya.

Pada suatau hari dalam perjalanan pulang ke Mekah, dia menggiring seratus ekor unta sarat dengan muatan, dan seratus tujuh puluh personel yang menggiring unta tersebut. Di tengah jalan, dekat Madinah, kafilahnya dicegah oleh pasukan patroli Rasulullah. Unta-untanya dirampas dan orang-orang yang menggiringnya ditawan. Tetapi, mujur bagi Abul Ash, dia lolos dari tangkapan dan bersembunyi. Setelah malam tiba dan hari sudah gelap, dia masuk ke kota Madinah dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati sekali. Sampai di kota dia mendatangi rumah Zainab, minta bantuan dan perlindungan kepadanya. Zainab melindunginya.

Ketika Rasulullah saw. keluar hendak salat subuh, beliau berdiri di mihrab, dan takbir ihram. Jamaah pun takbir mengikuti beliau. Zainab berteriak dari shuffah (tempat para wanita). Katanya, "Hai, manusia! saya Zainab binti Muhammad! Abul 'Ash minta perlindungan kepada saya. Karena itu, saya melindunginya!"

Setelah selesai salat, Rasulullah berkata kepada jamaah, "Adakah tuan-tuan mendengar teriakan Zainab?"

Jawab mereka, "Ada ...! Kami mendengarnya, ya Rasulullah!"

Kata Rasulullah, "Demi Allah yang jiwaku dalam genggaman-Nya! Saya tidak tahu apa-apa tentang hal ini, kecuali setelah mendengar teriakan Zainab."

Kemudian Rasulullah pergi ke rumah Zainab. Katanya, "Hormatilah Abul Ash! Tetapi, ketahuilah, engkau tidak halal lagi baginya."

Lalu, beliau memangil pasukan patroli yang bertugas semalam, dan menangkap unta-unta serta menahan orang-orang dari kafilah Abul Ash. Kata beliau kepada mereka, "Sebagaimana kalian ketahui, orang ini (Abul Ash) adalah famili kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian ingin berbuat baik, kembalikanlah hartanya. Itulah yang kami sukai. Tetapi, jika kalian enggan menggembalikan, itu adalah hak kalian, karena harta itu adalah rampasan yang diberikan Allah untuk kalian. Kalian berhak mengambilnya."

Jawab mereka, "Kami kembalikan, ya Rasulullah!" Ketika Abul Ash datang mengambil hartanya, mereka berkata kepadanya, "Hai Abul Ash! Engkau adalah seorang bangsawan Quraisy. Engkau anak paman Rasulullah dan menantu beliau. Alangkah baiknya kalau engkau masuk Islam. Kami akan serahkan harta ini semuanya kepadamu. Engkau akan dapat menikmati harta penduduk Mekah yang engkau bawa ini. Tinggallah bersama kami di Madinah."

Jawab Abul Ash, "Usul kalian sangat jelek dan tidak pantas. Aku harus membayar utang-utangku segera." Abul Ash berangkat ke Mekah membawa kafilah dan barang-barang dagangannya. Sampai di Mekah dibayarnya seluruh utang-utangnya kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Kemudian dia berkata, "Hai kaum Quraisy! Masih adakah orang yang belum menerim pembayaran dariku?"

Jawab mereka, "Tidak! Semoga engkau dibalasi Tuhan dengan yang lebih baik. Kami telah menerima pembayaran darimu secukupnya."

Kata Abul Ash, "Sekarang ketahuilah! Aku telah membayar hak kamu masing-masing secukupnya! Maka, kini dengarkan! Aku mengaku tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad sesungguhnya Rasulullah! Demi Allah! tidak ada yang menghalangiku untuk menyatakan Islam kepada Muhammad ketika aku berada di Madinah, kecuali kekhawatiranku kalau-kalau kalian menyangka aku masuk Islam karena hendak memakan harta kalian. Kini setelah Allah membayarnya kepada kamu sekalian dan tanggung jawabku telah selesai, aku menyatakan masuk Islam."

Abul Ash keluar dari Mekah, pergi menemui Rasulullah saw. Beliau menyambut mulia kedatangannya, dan menyerahkan istrinya Zainab kembali ke pangkuannya.

Rasulullah berkata, "Dia berbicara kepadaku, aku mempercayainya. Dia berjanji kepadaku, dia memenuhi janjinya.". (ar/oq) www.suaramedia.com

READ MORE >>

Umay Bin Ka'ab Dan Tekadnya Mengemban Amanah Rasulullah


Pada suatu hari Rasulullah saw. menanyainya, "Hai Abul Mundzir, ayat manakah dari kitabullah yang teragung?" Orang itu menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Nabi saw. mengulangi pertanyaannya, "Abul Mundzir, ayat manakah dari kitabullah yang teragung?" Maka ia menjawab, "Allah, tiada tuhan melainkan Ia, Yang Maha Hidup lagi Maha Pengatur."

Rasulullah saw. pun menepuk dadanya. Dan, dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, ia berkata, "Hai Abul Mundzir, selamat bagimu atas ilmu yang kamu capai."

Abul Mundzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasulullah saw. yang mulia atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu tiada lain adalah Ubay bin Ka'ab, seorang sahabat yang mulia.

Ia seorang warga Anshar dari suku Khajraj, ikut mengambil bagian dalam perjanjian Aqabah, Perang Badar, dan peperangan-peperangan lainnya. Ia mencapai kedudukan yang tinggi dan derajat mulia di kalangan kaum muslimin angkatan pertama, hingga amirul mukminin Umar pernah mengatakan tentangnya, "Ubay adalah pemimpin kaum muslimin "

Ubay bin Ka'ab merupakan salah seorang perintis dari penulis-penulis wahyu dan penulis-penulis surat. Begitu juga dalam menghafal Alquran, membaca dan memahami ayat-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka.

Pada suatu hari Rasulullah saw. mengatakan kepadanya, "Hai Ubay bin Ka'ab, saya dititahkan untuk menyampaikan Alquran kepadamu." Ubay maklum bahwa Rasulullah saw. hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu, maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah saw., ibu dan bapakku menjadi tebusan Anda, apakah kepada Anda disebut namaku?" Ujar Rasulullah saw., "Benar, namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi."

Seorang muslim yang mempunyai kedudukan seperti ini di hati Nabi saw. pastilah seorang muslim yang sangat agung. Selama bertahun-tahun persahabatan, yaitu ketika Ubay bin Ka'ab selalu berdekatan dengan Nabi saw., ia tidak putus-putusnya mereguk air yang manis dari telaga yang dalam itu.

Setelah berpulangnya Rasulullah saw., Ubay bin Ka'ab menepati janjinya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadah, dalam keteguhan beragama, maupun keluhuran budi. Disamping itu, tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. Diingatkannya mereka akan masa-masa Rasulullah saw. masih hidup, diperingatkan keteguhan iman mereka, sifat zuhud, perangai, dan budi pekerti mereka. Di antara ucapan-ucapannya yang mengagumkan yang selalu didengungkan kepada sahabat-sahabatnya adalah,

"Selagi kita bersama Rasulullah saw., tujuan kita satu. Tetapi setelah ditinggalkan beliau, tujuan kita bermacam-macam.
Ada yang ke kiri, ada yang ke kanan."

Ia selalu berpegang pada takwa dan menetapi zuhud terhadap dunia, hingga tidak dapat terpengaruh dan terpedaya. Karena, ia selalu menilik sesuatu pada akhir kesudahannya. Sebagaimana juga corak hidup manusia, betapa pun ia berenang dalam lautan kesenangan, dan kancah kemewahan, tetapi pasti ia akan menemui maut yang segalanya akan berubah menjadi debu, sedang di hadapannya tiada terlihat, kecuali hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk.

Mengenai dunia, Ubay pernah melukiskannya sebagai berikut, "Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri, dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting apa nantinya ...."

Bila Ubay berbicara di depan khalayak ramai, semua leher akan terulur dan semua telinga akan terpasang, disebabkan apabila ia berbicara mengenai agama Allah, tiada seorang pun yang ditakutinya dan tiada udang di balik batu.

Tatkala wilayah Islam telah meluas, dan dilihatnya sebagian kaum muslimin menyeleweng dengan menjilat pada penguasa-penguasa mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam, "Celaka mereka, demi Tuhan, mereka celaka dan mencelakakan. Tetapi, saya tidak menyesal melihat nasib mereka, hanya saya sayangkan adalah kaum muslimin yang celaka disebabkan mereka."

Karena kesalehan dan ketakwaannya, Ubay selalu menangis setiap teringat Allah dan hari akhir. Ayat-ayat Alquran, baik yang ia baca atau yang didengarnya, semua menggetarkan hati dan persendiannya. Tetapi, suatu ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, jika dibaca atau terdengar olehnya, akan menyebabkan diliputi oleh rasa duka yang tidak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah, "Katakanlah, Ia Kuasa akan mengirim siksa kepada kalian, baik dari atas atau dari bawah kaki kalian, atau membaurkan kalian dalam satu golongan berpecah-pecah, dan ditimpakan-Nya kepada kalian perbuatan kawannya sendiri .

Yang paling dicemaskan Ubay adalah datangnya suatu generasi umat bercakar-cakaran sesama mereka.

Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah, berkat, karunia, serta rahmat-Nya. Hal itu diperolehnya, dan ditemuinya Tuhannya dalam keadaan beriman, aman tenteram, dan beroleh pahala. (ar/oq) www.suaramedia.com

READ MORE >>

Rabu, 28 April 2010

PKS Sayangkan Polri Tahan Misbakhun


Partai Keadilan Sejahtera menyayangkan sikap Polri yang menahan anggota DPR Mukhammad Misbakhun dengan mengabaikan aspek perdata dan bukti-bukti.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, mengatakan, prinsipnya menghargai proses penyidikan yang dilakukan kepolisian tapi hendaknya dilakukan secara obyektif.

"Semua dokumen menjelaskan kasus ini perdata, tapi polisi terkesan bersikap subyektif dengan mencari kesalahan," kata Mahfudz.

Dikatakannya, PKS sudah menanyakan hal ini antara di sela acara dengar pendapat antara Komisi III DPR dan Kapolri, Senin (26/4) kemarin, tapi Kapolri tidak memberikan secara jelas.

Mahfudz berharap tidak ada tekanan dari pihak lain dalam kasus anggota DPR dari Fraksi PKS ini.

Sikap PKS, kata dia, akan terus memonitor proses yang dilakukan kepolisian.

"Kalaupun kasus ini sampai dinyatakan memiliki bukti-bukti lengkap dan diajukan ke pengadilan, PKS akan terus memonitornya," katanya.

Dikatakannya, PKS berharap polisi dan lembaga penegak hukum lainnya bersikap obyektif, dalam penegakan supremasi hukum, bukan atas pesanan pihak tertentu.

Komisaris PT Selalang Prima International Mukhammad Misbakhun ditahan di Mabes Polri sejak Senin (26/4) malam setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan selama 12 jam hingga pukul 22.30 WIB.

Sebelumnya Wakil Kepala Divisi Humas Polri Kombes Pol Zainuri Lubis mengatakan, penyidik Polri menahan anggota DPR Mukhamad Misbakhun dengan tujuan untuk memudahkan pemeriksaan.

"Penahanan itu hak dan wewenang penyidik sehingga dipandang perlu untuk menahan agar pemeriksaan berikutnya lebih mudah," katanya.

Lubis mengatakan, alasan lain penahanan adalah ancaman hukuman tersangka adalah delapan tahun penjara.

"Sesuai dengan KUHP, penyidik dapat menahan tersangka yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih," ujar Lubis.

Wakil rakyat dari Kabupaten dan Kota Pasuruan, Jawa Timur itu menjadi tersangka pemalsuan dokumen saat pengajuan "letter of credit" (L/C) Bank Century sebesar 22,5 juta dolar Amerika Serikat.

Nilai L/C yang diterima PT Selalang 22,5 juta dolar Amerika Serikat namun kini tinggal 18 juta dolar Amerika karena Misbakhun telah mencicilnya.

Misbakhun adalah pemilik dan pemegang saham mayoritas PT Selalang Prima Internasional dan Dirutnya Frenky Ongko menjadi tersangka karena diduga memalsukan dokumen kontrak bisnis saat mengajukan L/C ke Bank Century.

Frenky telah ditahan oleh penyidik Mabes Polri dalam kasus itu.

Menurut penyidik, kontrak bisnis PT Selalang dibuat setelah L/C disetujui, padahal seharusnya kontrak dibuat sebelum L/C disetujui.

Kasus itu juga menyeret mantan Dirut Bank Century Robert Tantular sebagai tersangka.

Dalam kasus pidana perbankan lain, Tantutar telah divonis lima tahun penjara.
READ MORE >>

Menjadi Ibu yang Ibu


Umiiii….abi kerja lagii sekalii” (red: Abi kok kerja terus sih) dengan penuh penekanan anak pertamaku mengatakan itu padaku saat aku pakaikan baju kedia setelah memandikannya. Umur jagoan kecilku ini memang masih belum 3 tahun, tapi bagiku dia sudah memahami banyak hal tentang kehidupan orang-orang sekelilingnya. Memang kata-kata yang dia keluarkan kadang hanya aku yang mengerti bahkan kalau aku tidak mendengarkannya dari awal, aku hanya bisa bengong dengan ucapan-ucapan yang dia keluarkan, karena tatabahasa yang tidak bagus dan kadang-kadang bercampur dengan bahasa Inggris (yang pengucapannya pun tidak begitu jelas). Mendengar jundiku berbicara seperti itu, aku jadi terharu, dan kemudian aku peluk dia dan berkata “Abi kerja, kan untuk kita semua, Alhamdulillah masih punya umi di rumah kan?”. Entah dia mengerti atau tidak, yang pasti dia sudah tertawa dan melupakan ketidak hadiran abinya dirumah saat itu.

Kalau kita amati anak-anak, mereka senang sekali kalau orang-orang yang mereka cintai selalu ada didekat mereka. Mereka akan kesepian ketika kita tinggalkan. Jangankan untuk kita tinggalkan secara fisik, kita berada disamping mereka saja tapi kita mengerjakan hal yang lain, anak-anak sudah merasa tidak senang, dan mulai mencari-mencari perhatian kita dengan berbagai cara, salah satunya yang sering dilakukan anakku adalah merebut mainan dari adeknya. Saat itupun aku membayangkan diriku sebagaimana anak kecil, aku tidak bisa bayangin kalau aku diasuh oleh orang yang tidak aku kenal. Bagaimana perasaan anak-anak yang pengasuhan dan perawatan mereka ada ditangan baby sitter?

Disini saya ambil judul ibu yang “ibu”, karena sering kali sebagian besar muslimah yang sudah menjadi ibu tapi tidak mengerti dan bahkan tidak melakukan perannya sebagai seorang “ibu”. Banyak sekali para ibu karena tidak menginginkan kehadiran anaknya didunia ini, anaknya dibuang kesungai. Banyak ibu yang karena enggan merasa capek dan menderita dalam melahirkan dan merawat anaknya, diserahkan perawatan dan pencurahan kasih sayang kepada pembantunya. Banyak para ibu yang karena takut menghambat karirnya dan merusak tubuhnya, tidak merasa perlu memberika ASI bagi anaknya. MasyaAllah….

Anak-anak itu adalah titipan Allah, dan kita harus mempertanggungjawabkannya nanti dihadapanNya.

Rasulullah SAW bersabda:

kalian semua adalah pemimpin. Dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin dirumahtangganya dan dia bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita (ibu) adalah pemimpin dirumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya” (Muttafaq Alaih)

Hadits tersebut mengatur peran ayah dan ibu dalam keluarga. Ayah sebagai pemimpin keluarga dan ibu juga memiliki peran yang penting dan strategis dalam pendidikan anak dirumah.

Mulianya peran “ibu”

Pada anak-anak usia dini, ibu memegang peran dan tanggung jawab yang terpenting. Pada usia dini, keterikatan anak dan ibu terjalin kuat. Bahkan secara khusus Al Qur’an menyebutkan adanya bakti kepada ibu, lebih dari ayah. Inilah pesan Islam yang terdalam mengenai keutamaan dan kemuliaan peran ibu pada anak-anak usia dini.

Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Qs. Luqman [31]: 14)

Dari Abu Hurairah r.a, meriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Ya, Rasulullah, siapakah dari keluargaku yang paling berhak saya perlakukan dengan baik?” Jawab beliau, “Ibumu”. Dia bertanya, “Setelah itu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Dia bertanya lagi, “Setelah itu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Dia bertanya lagi, “Setelah itu siapa?” Beliau menjawab,”Bapakmu”. (HR. Bukhari Muslim)

Penghormatan Islam yang tertinggi kepada para ibu, antara lain tergambar dalam sabda Nabi SAW:

Syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu” . (HR. Ahmad)

Jannah; Bagi sang “Ibu”

Bila seorang muslimah menyadari betapa tinggi dan mulia peran ibu, niscaya ia tidak akan menukarnya dengan aktivitas-aktivitas yang hukumnya mubah. Sekiranya ia harus bekerja untuk membantu mencukupi nafkah keluarganya, maka ia akan mencari cara pelaksanaan aktivitas tersebut tanpa mengurangi keoptimalan peran keibuannya. Ia akan menjadi orang yang ingin melalui tahap demi tahap pertumbuhan anaknya diusia dini, sejak merawat kandungan, melahirkan, menyusui, mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Islam memberikan balasan atas aktivitas-aktivitas tersebut setara dengan pahala pejuang fisabilillah digaris depan medan pertempuran. Sementara ganjaran syahid adalah syurga. Siapa yang tak inginkan hal ini?

Rasulullah bersabda:

Wanita yang sedang hamil dan menyusui sampai habis masa menyusuinya seperti pejuang digaris depan fisabilillah. Dan jika ia meninggal diantara waktu tersebut, maka sesungguhnya baginya adalah mati syahid”. (HR. Thabrani)

Sungguh, motivasi meraih kemuliaan inilah yang mendorong para ibu untuk mencurahkan kesungguhannya menjalankan peranannya. Itulah sebabnya, tidak ada yang bisa menggantikan nilai strategis peran ibu dalam pendidikan anak usia dini. Ibu adalah pendidik anak yang pertama dan utama. Ibu adalah figur terdekat bagi anak. Kasih sayang sang ibu menjadi jaminan awal bagi tumbuh kembang anak secara baik dan aman. Para pakar berpendapat bahwa kedekatan fisik dan emosional merupakan aspek penting keberhasilan pendidikan.

Kita tentunya mendambakan lahirnya generasi-generasi unggulan berkualitas pemimpin. Sudah saatnya harapan ini ditanamkan pada anak sejak usia dini. Ibulah harapan utama dalam mencetak generasi dambaan ini.

Jika sebagian ibu masih mengesampingkan peranan “ibu” ini, bahkan melalaikan dengan berbagai alasan yang tidak dibenarkan dalam Islam, maka masihkah layak dikatakan syurga ditelapak kakinya? Wallahua’lam bisshowab.

*anakku sayang, umi akan berusaha keras untuk menjadi guru terbaik bagimu, maafkan umi jika masih banyak kesalahan yang umi lakukan terhadapmu. Semoga Allah menjadikan kalian anak shaleh dan generasi pilihan*

Ini tulisan lama (waktu itu jundi saya masih 3 tahun, Alhamdulillah sekrang udah 4 Tahun, dan semakin mengerti akan lingkungan sekitarnya, dan tentunya sudah mulai bisa berbicara dengan jelas) yang pernah saya muat di website baitijannati. Tulisan ini untuk mengingatkan para ibu (terutama saya) akan perannya dalam mendidik generasinya. (Rusyda Ummu Hafidz)


diambil dari : http://samara156.co.cc


pks-gajahmungkur.blogspot.com

READ MORE >>

Hidup adalah Anugerah......bersyukurlah!!!


catatan : Yohanna Arifin

Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar - Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu - Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum engkau mengeluh tentang pacar, suami atau isterimu - Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta pasangan hidup.

Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu - Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat dipanggil Tuhan.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu - Ingatlah akan seseorang yang begitu mengaharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai - Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.

Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh - Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu - Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.

Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain - Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu - Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini.

Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu

Hidup adalah semata-mata untuk mengasihi, dikasihi dan saling berbagi kasih..
READ MORE >>

KAPANKAH TIBA PERTOLONGAN ALLAH?


Kapankah pertolongan ALLAH akan tiba? Begitu banyak yang selalu menanti dan mengharap pertolongan ALLAH. Ada yang sabar, ada yang tidak sabar. Ada yang yakin bahwa ALLAH akan menolong, ada juga yang ragu-ragu. Ada yang menikmati saat-saat menanti pertolongan ALLOH, namun tak sedikit yang sengsara.

Akan tetapi, bagi orang-orang yang telah mengetahui ilmunya, yakin benar bahwa ALLAH adalah Dzat yang sama sekali tidak pernah bohong terhadap apa yang Dia janjikan. ALLAH adalah Dzat yang sekali-kali tidak pernah salah perhitungn sedikitpun juga atas segala takdir dan ketentuan-Nya. Pasti tidak akan meleset, pasti tidak akan mengecewakan! Hanya, perkara bentuk ataupun waktunya, masya ALLAH, itu sama sekali bukan urusan kita.

Bukankah untuk itu ALLAH Azza wa Jalla telah menebar janji dan jaminan-Nya lewat Al Quran Al Karim? Simaklah firman-Nya yang sungguh Mahabenar ini, ‘Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” [Q.S. Al Mukmim (40):51]. “…Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” [Q.S. Ar Ruum (30):47].

Ada sebuah keluarga yang selalu di rundung ujian oleh ALLAH. Kedua suami istri ini ditakdirkan menderita suatu penyakit. Sang suami diuji dengan sakit yang berkepanjangan; sekali jatuh sakit dia harus berbaring selama dua hingga tiga tahun. Isterinya pun ternyata harus mendapat ujian sakit pula. Hal ini kerapkali menimpa keduanya semenjak awal berumah tangga. Akan tetapi, alhamdulillah keluarga ini benar-benar beriman.

Sampai suatu saat sang isteri ditakdirkan oleh ALLAH mengandung, namun sayang kehamilannya ini pun merupakan satu batu ujian tersendiri: ia hamil anggur. Dokter menyarankan agar kandungannya harus segera dibersihkan. Kalau tidak akan menambah masalah baru bagi kesehatannya. Berapa biayanya? Subhanallah, untuk membersihkannya saja dibutuhkan biaya tak kurang dari empat ratus ribu rupiah. Jelas, keluarga yang memang hidup pas-pasan ini tidak mampu menanggung biaya sebesar itu.

Keduanya pun hanya bisa menjerit kepada ALLAH mengadukan semua ini. “Ya ALLAH. Sungguh Engkau Mahatahu keadaan kami. Engkau Mahatahu kami miskin harta. Kini Engkau uji kami dengan kejadian seperti ini. Hanya Engkaulah yang mampu menolong dan melapangkan kesempitan hamba-hamba-Mu,” rintihnya.
Begitulah karena ketidakmampuannya menyediakan biaya pengobatan, sang istri hanya bisa berbaring lesu ditempat tidur.

Hingga akhirnya turunlah pertolongan dari ALLAH yang Maharahman, yang syariatnya ternyata berupa sakit thypus! Panas! Panas sekujur tubuhnya, panas kepalanya, panas perutnya! Akibatnya, terjadilah keguguran. Dan dokter yang memeriksanya kemudian, menyatakan bahwa kandungannya kini telah bersih, sehingga tidak perlu lagi diadakan pembersihan kandungan sebagaimana yang telah disarankannya tempo hari. Allahu Akbar!

Pertolongan ALLAH memang tidak mesti sebentuk dengan apa yang kita duga dan harapkan. Kita jangan terperdaya oleh syetan yang menganggap ALLAH tidak menolong kita, padahal pertolongan ALLAH ternyata sudah datang. Hanya karena beda bentuk saja.

ALLAH pasti sangat memperhatikan keadaan kita jauh lebih bear daripada perhatian kita terhadap diri sendiri. Betapa tidak! Karena, Dia-lah yang merancang tubuh kitadengan detail, sedangkankita tidak tahu apa-apa tentang diri ini. Lantas apalagi yang perlu kita kita ragukan dalam hidup ini tentang jaminan dan jamuan dari ALLAH Azza wa Jalla.

Hanya orang-orang malang yang ragu-ragu terhadap janji ALLOH. Padahal keraguan tidak mendatangkan apapun, selain mendatangkan kesengsaraan! Yakin ataupun tidak yakin tetap saja ketentuan ALLAH akan menimpa kita. Hanya dengan keyakinan yang mantapah ketentuan ALLAH akan berubah menjadi ladang nikmat apapun yang terjadi.
Akan tetapi, kalau kita hadapi kejadian dalam hidup ini dengan buruk sangka terhadap pertolongan ALLAH, maka kita sudah sengsara duluan menghadapinya, bhkan terhalang juga pertolongan ALLAH itu karena keburuksangkaan kita terhadapnya.

Oleh sebab itu, jangan sekali-kali mimpi hidup enak tanpa ujian dari ALLAH karena bagaimanapun ujian itu sendiri merupakan konsekuensi logis dari keberimanan kita. Sejauh kita yakin bahwa ujian merupakan suatu jalan bagi diangkatnya derajat keimanan kita, insya ALLAH semua ini akan menjadi ladang nikmat. Karena, toh tidak bisa diragukan lagi bahwa diujung segala ujian, karunia pertolongan-Nya siap menyongsong.

Wassalam,


dari : - AL Ikhwah NeT(National Emergency Thullaby
- pks-gajahmungkur.blogspot.com

READ MORE >>

Islam dan Demokrasi


Oleh: Syamsul Balda, Direktur Eksekutif Smart Leadership Institute

Dalam sebuah kesempatan, penulis bersama seorang ulama, bersilaturrahim ke kediaman salah seorang pimpinan Pondok Pesantren besar di Jawa Tengah yang sangat berpengaruh.

Diantara perbincangan tentang masalah da’wah dan negara, ada satu hal yang cukup mengagetkan kami, yakni pendapat beliau yang menyatakan bahwa Demokrasi tidak diakui Islam, mengarah pada kemusyrikan bahkan masuk kategori kekufuran.

Alasannya, demokrasi berarti pemberian kewenangan untuk menetapkan hukum kepada rakyat. Padahal dalam Islam, rakyat tidak berhak menetapkan hukum. Allah lah yang memiliki hak prerogatif menetapkan hukum, sebagaimana firman-Nya:

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al-An’am, 6:57)

“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka ia termasuk golongan kafir.” (QS. Al-Maaidah,5:44)

Pendapat beliau ini ternyata juga di-amini oleh beberapa ulama berpengaruh di Jawa Tengah, Jakarta, dan Jawa Timur. Hasilnya, dalam pemilu 2009 yang lalu, suara partai-partai Islam mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Sementara, disisi lain, berkembang opini di kalangan penganut Islam liberal bahwa Islam adalah musuh demokrasi, tidak toleran, membelenggu dan otoriter.

Benarkah kedua pendapat yang berbeda kutub tersebut?

Masalah prinsip ini harus dijelaskan dengan tuntas dan didudukkan secara proporsional, agar Islam tidak ditimpakan kesalahan penafsiran yang tidak benar, sekalipun keluar dari kalangan ulama. Sebab bagaimana pun juga, mereka bisa salah dan bisa benar.

Penulis memohon kepada Allah agar berkenan menampakkan kebenaran berdasarkan dalil-dalil syari’at dan hujjah balighah.

Kaidah dalam Hukum

Para ulama salaf telah menyepakati suatu kaidah: “Hukum tentang sesuatu merupakan derivasi dari konsepsinya.” Barangsiapa menetapkan hukum tentang sesuatu padahal dia tidak mengetahui secara pasti tentangnya, maka ketetapan hukumnya dianggap cacat, sekalipun mungkin secara kebetulan benar.

Disebutkan dalam sebuah hadits shahih, bahwa hakim yang menetapkan hukum tanpa mengetahui permasalahannya, akan masuk ke dalam neraka, seperti orang yang mengetahui kebenaran namun menetapkan yang lain.

Dalam konteks ini, apakah demokrasi yang didengung-dengungkan negara-negara di seluruh dunia, diperjuangkan oleh bangsa-bangsa Barat maupun Timur, setelah berperang melawan penguasa diktator dengan tumpahan darah dan ribuan bahkan jutaan nyawa jadi korban, dijadikan sarana ampuh bagi da’wah untuk melawan hegemoni penguasa zhalim yang mengaku muslim, termasuk kemungkaran atau bahkan kekufuran? Apakah mereka yang berpendapat demokrasi itu kufur, mengerti akan hakikat atau substansi demokrasi?

Substansi Demokrasi

Terlepas dari definisi akademis tentang demokrasi, pada hakikatnya demokrasi dalam aspek politik adalah dihormatinya hak setiap individu dalam sebuah bangsa untuk memilih pemimpin sesuai dengan aspirasinya. Tidak boleh ada yang memaksakan kehendak kepada mereka untuk memilih seorang pemimpin tertentu yang tidak dikehendaki.

Ketentuan ini pada dasarnya sesuai dengan ajaran yang digariskan oleh Islam melalui perangkat syura (permusyawaratan) dan bai’at (kontrak politik yang mengikat rakyat untuk berkomitmen tunduk dan taat pada pemimpin yang dipilihnya.

Kesesuaian antara Islam dengan demokrasi juga terlihat ketika Islam mengutuk dan mengecam para diktator; sementara di sisi lain mengedepankan pemimpin yang kuat, amanah, kredibel, kapabel serta mampu mengayomi rakyatnya. Islam memerintahkan umatnya untuk mematuhi keputusan mayoritas.

Islam juga mengandung ajaran bahwa tangan Allah bersama jama’ah (rakyat banyak). Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Kalau kalian berdua sepakat dalam suatu hal, aku tidak akan menentang pendapat kalian berdua.” [1] Ini menunjukkan bahwa aspirasi dari jumlah orang yang lebih banyak harus didahulukan dari aspirasi segelintir orang, termasuk pendapat Rasulullah sendiri (dalam masalah ijtihadi duniawi).

Di dalam Islam, setiap rakyat berhak memberikan saran atau nasihat kepada penguasa, menganjurkannya berbuat baik dan meninggalkan kemungkaran; tentu dilakukan dengan tetap memperhatikan etika dan cara mengingatkan dengan baik.

Rakyat juga mempunyai kewajiban untuk taat kepada penguasa selama kebijakan yang diambilnya adalah kebaikan. Sebaliknya, rakyat berhak menolak ketika diperintah untuk melakukan perbuatan yang dilarang menurut kesepakatan kaum Muslimin dan atau melakukan kemaksiatan yang nyata. Karena, tidak boleh menaati siapa pun untuk melakukan maksiat kepada Allah. Hal seperti ini juga berlaku dalam sistem demokrasi.

Hal penting lainnya dalam penerapan sistem demokrasi adalah Pemilihan Umum (pemilu) dan pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak; dimana secara umum bisa dinilai tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Walau tetap memiliki beberapa kelemahan, sistem ini masih lebih baik dari sistem buatan manusia lainnya. Yang perlu diantisipasi adalah menjaga berjalannya sistem ini agar tidak dimanfaatkan oleh para penipu atau penjahat.

Relevansi Demokrasi dengan Islam

Ada tiga pendapat yang berbeda dalam menyikapi hubungan Demokrasi dengan Islam.

1. Mereka yang menolak demokrasi dengan mengatasnamakan Islam.

Mereka ini bependapat bahwa demokrasi dan Islam adalah dua hal yang bertentangan dan tidak akan bisa dipertemukan. Mereka beralasan:

  1. Demokrasi merupakan hasil pemikiran manusia sedangkan Islam berasal dari Allah.
  2. Demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat; sedangkan Islam mengatakan bahwa kekuasaan itu milik Allah.
  3. Demokrasi ditentukan oleh suara terbanyak, padahal belum tentu suara terbanyak merupakan kebenaran.
  4. Demokrasi adalah hal baru yang termasuk dalam kategori bid’ah dalam agama; generasi Islam sebelumnya tidak mengenal adanya sistem demokrasi. Nabi saw bersabda, “Barangsiapa menciptakan hal baru yang sebelumnya tidak ada dalam agama kita, maka hal tersebut ditolak.” (HR. Muslim, Ahmad). Juga hadits Nabi lainnya, “Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada dalam agama kami, ia akan ditolak.” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’i).

    Demikian pula ada hadits yang menyatakan, “Perkataan yang paling benar adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad, seburuk-buruk hal adalah sesuatu yang diada-adakan. Setiap yang diada-adakan adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat, dan kesesatan itu akan mengantarkan ke neraka.” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’i) [2]
  5. Demokrasi merupakan produk Barat yang notabene sekuler dan kafir. Bagaimana kita akan mengikuti ajaran orang-orang yang ingkar pada Allah dan Rasul-Nya?

    Karena alasan-alasan tersebut mereka dengan tegas menolak demokrasi. Mereka juga mengecam orang-orang Islam yang menerima dan menerapkan demokrasi. Bahkan mereka tidak segan-segan menuduhnya musuh Islam. Ada juga diantara mereka yang menganggap demokrasi itu syirik dan sebagai bentuk kekufuran.

2. Mereka yang menerima demokrasi secara total tanpa reserve.

Kelompok ini menganggap bahwa demokrasi Barat adalah satu-satunya solusi yang tepat untuk mengatasi problematika negara, pemerintahan, rakyat dan tanah air. Mereka menerima demokrasi Barat bulat-bulat, termasuk sistem ekonomi liberalnya dan sistem sosial kemasyarakatannya yang bebas tanpa batas.

Mereka meng-copy paste demokrasi Barat tanpa edit, dan ingin menerapkannya persis sama dengan praktek demokrasi di negara-negara Barat. Demokrasi yang tidak berdasarkan akidah, tidak mengenal akhlak, mengabaikan ibadah dan menyepelekan syari’ah. Bukan hanya itu, demokrasi Barat memisahkan secara diametral urusan agama dengan urusan negara.

Mereka ini korban dari ghazwul-fikri, perang budaya, yang berujung pada kekalahan dan melahirkan mentalitas ‘kaum terjajah’ yang bangga apabila dapat meniru sikap dan perilaku penguasa penjajahnya.

3. Mereka yang menerima demokrasi secara moderat.

Kelompok ini berpendapat bahwa ada yang positif dalam sistem demokrasi, dan hakikat dari demokrasi itu sendiri tidak bertentangan, bahkan bersesuaian, dengan ajaran Islam.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hakikat demokrasi itu adalah hak rakyat untuk memilih siapa pemimpinnya.

Tidak boleh ada yang memaksa mereka untuk memilih pemimpin yang tidak mereka sukai, atau pemimpin zhalim, atau korup, yang merampas hak-hak mereka sebagai rakyat.

Substansi demokrasi ini berarti juga meniscayakan perlu adanya mekanisme dalam pemerintahan yang memungkinkan rakyat untuk melakukan fungsi kontrol atau pengawasan, juga evaluasi terhadap jalannya pemerintahan.

Disamping perlu pula adanya mekanisme yang memungkinkan rakyat memberikan peringatan dan menasihati pemimpin apabila mereka menyimpang dari amanat yang diberikan kepada mereka; juga peringatan keras kepada pemimpin yang tidak mau mendengarkan aspirasi rakyatnya; bahkan memungkinkan rakyat untuk memakzulkannya dengan jalan damai.

Kelompok ini juga berpandangan, apabila terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah (eksekutif) dengan parlemen (legislatif), atau dengan tokoh-tokoh masyarakat, dalam masalah yang berkaitan dengan syari’ah; maka perbedaan tersebut dibawa, untuk ditengahi, kepada Majelis Ulama atau bahkan Mahkamah Konstitusi yang mengundang ulama-ulama yang berkompeten di bidangnya, agar ditetapkan keputusannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini sesuai dengan perintah Allah swt:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri (pemimpin) diantara kalian. Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.” (QS. An-Nisaa’, 4:59).

Sementara jika terjadi perselisihan pendapat dalam masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan kemasyarakatan yang masuk dalam kategori mubah, maka yang pengambilan keputusannya diupayakan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

Apabila tidak tercapai mufakat, maka bisa melalui pengambilan pendapat melalui suara terbanyak (voting); karena pendapat dua orang atau lebih dekat kepada kebenaran daripada pendapat satu orang. Hal ini sesuai dengan logika syari’at Islam, disamping logika politik yang memang “harus ada yang diunggulkan”. Yang diunggulkan ketika terjadi perselisihan pendapat adalah jumlah yang terbanyak.

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya syetan itu bersama satu orang dan dia menjauh dari orang berdua.” (HR. At-Tirmidzy dan Al-Hakim). [3]

Nabi saw juga pernah bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Seandainya kalian berdua menyepakati suatu pendapat, tentu aku tidak akan menyalahi kalian berdua.” (HR. Ahmad). [4]

Dengan kata lain, pendapat yang didukung dua orang lebih diunggulkan daripada pendapat seorang, sekalipun itu pendapat Rasulullah saw, selagi dalam masalah-masalah di luar lingkup syari’at dan apa yang telah ditetapkan Allah.

Bahkan dalam kasus Uhud, seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi harus mengikuti pendapat mayoritas karena sebagian besar Sahabat memilih untuk menghadapi orang-orang musyrik di luar Madinah, walau beliau sendiri bersama beberapa Sahabat terkemuka berpendapat untuk bertahan saja di dalam kota Madinah sembari berperang gerilya di jalan-jalan Madinah yang seluk-beluknya sudah mereka hapal.

Yang paling nyata mengenai pendapat mayoritas ini adalah sikap Umar bin Khathab tentang enam orang anggota Majelis Syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai Tim Formatur sekaligus diberi amanah untuk memilih salah seorang dari mereka untuk menjadi Khalifah berdasar suara terbanyak.

Sedang yang tidak terpilih dari tim tersebut harus patuh dan tunduk kepada kandidat terpilih. Jika dalam voting tersebut suara yang diperoleh tiga lawan tiga, mereka harus mengambil suara dari luar tim formatur, yakni Abdullah bin Umar.

Dalam beberapa hadits juga dinyatakan pujian terhadap “golongan terbesar” dan perintah untuk mengikutinya. “Golongan terbesar” ini maksudnya adalah golongan mayoritas diantara umat manusia.

Menurut beberapa ulama, hadits ini berkaitan dengan pelibatan seluruh rakyat dalam penentuan Khalifah atau masalah-masalah kenegaraan yang harus diputuskan dan membutuhkan pendapat mayoritas.

“Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan atau tujuh puluh dua golongan; dan sesungguhnya umat ini (Islam) lebih banyak satu golongan dibanding mereka. Semuanya masuk neraka kecuali golongan terbesar.” (HR. Ath-Thabrany dan Ahmad) [5]

Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazaly berpendapat dalam beberapa tulisannya, bahwa pendapat mayoritas lebih diunggulkan jika ada dua sisi pandang yang serupa.

Pendapat yang menyatakan pengunggulan hanya berlaku untuk pendapat yang benar walau hanya didukung satu suara dan menolak pendapat yang keliru walau didukung mayoritas suara, adalah untuk hal-hal yang dikuatkan nash syari’at dengan dalil dan hujjah yang kuat, jelas dan tidak mengandung perbedaan pendapat di kalangan ulama. Inilah yang dimaksud dengan ungkapan: “Yang disebut jama’ah adalah yang sejalan dengan kebenaran, sekalipun engkau hanya sendirian.”

Sedangkan untuk hal-hal ijtihadiyah yang tidak ada dasar nash-nya, atau ada nash-nya namun mengandung lebih dari satu penafsiran, atau ada nash lain yang bertentangan dengannya atau lebih kuat darinya; maka diperbolehkan untuk memilih salah satu yang diunggulkan agar bisa menuntaskan silang pendapat.

Dan voting, pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak merupakan cara yang tepat untuk itu. Tidak ada satupun dalil dalam syari’at yang melarang proses pengambilan keputusan dengan cara seperti ini.

Walau sistem demokrasi merupakan hasil pemikiran manusia, bukan berarti sistem ini tercela dan harus ditolak. Bukankah Allah telah memerintahkan manusia untuk mengoptimalkan penggunaan akal fikiran?

Kita diperintahkan untuk berfikir, membaca, mengkaji, merenung, mengambil pelajaran dan hikmah, serta berijtihad? Tentu hasil ijtihad itu perlu ditimbang lebih dahulu, apakah bertentangan atau bersesuaian dengan ajaran Allah.

Dalam sistem demokrasi, menurut hemat penulis, terdapat hal-hal yang selaras dengan ajaran Islam, seperti: musyawarah, amar ma’ruf nahi munkar yang diterjemahkan dalam mekanisme check and balance, pengawasan (mutaba’ah), kontrol (muraqabah) dan evaluasi, saling menasehati (taushiyah), mencari mashlahat dan menghindari madharat, menegakkan keadilan dan melawan kezhaliman dan diktatorisme, dan aspek-aspek lainnya.

Mengenai penghakiman bahwa demokrasi itu mengambil alih kekuasaan Allah dalam memerintah dengan memberikan kekuasaan memerintah kepada manusia/rakyat, tidaklah benar. Karena pembentukan pemerintahan yang didukung dan dievaluasi oleh rakyat adalah untuk menghindari tirani kekuasaan atau diktatorisme politik oleh seorang individu atau kelompok elit tertentu.

Demikian pula penilaian bahwa demokrasi itu adalah sistem tercela karena merupakan produk impor, juga tidak tepat. Tidak ada satupun ketetapan syari’at yang berisi larangan mengambil pemikiran teoritis atau konsep dari non-muslim. Sewaktu perang Al-Ahzab, Nabi saw mengambil pemikiran bangsa Persia berupa strategi bertahan dengan menggali parit, bukan membangun benteng seperti biasa.

Beliau juga memanfaatkan tawanan perang Badar dari orang-orang musyrik untuk mengajari ilmu pengetahuan yang mereka miliki kepada kaum muslimin. Inilah yang disebut hikmah. Hikmah adalah milik kaum muslimin yang hilang lalu ditemukan. Jadi umat Islam berhak mendapatkan miliknya yang hilang tersebut.

Sementara, yang dilarang adalah mengimpor nilai-nilai yang membahayakan aqidah dan akhlak dan tidak memberikan manfaat. Sementara kita mengambil demokrasi dalam metode, mekanisme dan tata caranya saja, yang harus diakui memang lebih baik dibanding sistem lainnya; bukan filosofinya yang mengagungkan individualisme dan kebebasan tanpa dilandasi agama.

Yang kita inginkan adalah demokrasi yang dilandasi nilai-nilai agama, mengedepankan akhlak dan wawasan keilmuan, serta memprioritaskan nilai-nilai luhur tersebut di atas nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Antara Syura dan Demokrasi

Sebagian ulama menyatakan bahwa kita tidak memerlukan sistem demokrasi karena Islam sudah memiliki sistem syura yang lebih baik dan lebih syar’i.
Menurut hemat penulis, sebenarnya banyak yang bisa didiskusikan tentang hal ini; karena sistem syura sendiri belum cukup memadai untuk diterapkan dalam konteks kenegaraan yang memiliki scope sangat luas dan kompleks. Paling tidak ada dua alasan yang melatarinya:

Pertama, sebagian fuqaha menganggap syura bukan sesuatu yang wajib, tetapi termasuk kategori yang sunnah. Syura hanya diposisikan sebagai sebuah ketentuan yang ‘sebaiknya’ diterapkan dan diterapkan hanya sebagai ‘penyempurna’ bukan sebagai dasar atau fondasi.

Walaupun ada pula pendapat yang berlawanan dari Ibnu Athiyah, yang juga diperkuat oleh Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Ia mengatakan, “Syura adalah salah satu kaidah syari’at dan bagian dari fondasi hukum Islam. Seorang pemimpin yang tidak mengajak musyawarah ulama dan ilmuwan/pakar, maka ia wajib dimakzulkan.

Ini adalah ketentuan yang telah disepakati bersama dan tidak ada ada yang berbeda pendapat dalam masalah ini.” [6]

Kedua, Ada juga sebagian fuqaha yang menyatakan bahwa syura hanya sebagai ‘teknis’ atau ‘metode’, bukan tuntutan. Walau sebagian fuqaha lainnya berpandangan bahwa syura itu tuntutan agama yang hukumnya wajib, namun ternyata mereka tetap berkesimpulan bahwa yang wajib dilakukan oleh penguasa atau pemimpin adalah bermusyawarah dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang luas.

Setelah mereka mengemukakan pendapat dan pandangannya, penguasa boleh tetap menggunakan pendapatnya sendiri, dengan syarat ia bertanggung jawab sendiri secara pribadi. Penguasa tidak diharuskan mengikuti pendapat dan pandangan para ulama dan ilmuwan tadi, karena kewajibannya hanya bermusyawarah saja; sebagaimana dipahami dalam firman Allah swt:

“Bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam satu urusan, apabila kamu telah ber’azam, maka bertawakkallah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tawakkal.” (QS. Ali Imran, 3:159).

Penulis memang kurang sependapat dengan kedua pandangan yang ‘minor’ tentang syura tersebut, mengingat dalil-dalil tentang ‘mengikatnya’ syura serta hasilnya bagi penguasa atau pemimpin dalam mengambil keputusan lebih kuat dan logis.
Seperti perkataan Al-Qurthuby dalam tafsirnya, “Umar bin Khathab menjadikan syura sebagai institusi tertinggi dalam lembaga kekhilafahan.”

Al-Bukhary juga menyatakan, “Para pemimpin setelah Nasbi saw biasa bermusyawarah dengan ulama-ulama terpercaya dalam berbagai masalah untuk mengambil keputusan yang tepat.

Jika sudah ada kejelasan dalam Al-Qur’an dan Ad-Sunnah, mereka tidak akan beralih ke rujukan lain. Orang-orang yang mendalami Al-Qur’an adalah mereka yang paling sering dimintai pendapat oleh Umar, baik tua maupun muda, dan dia selalu berpegang teguh pada Kitabulah.”

Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan di dalam Al-Fath, dalam Al-Adabul Mufrad, riwayat Al-Bukhary, dalam sebuah hadits panjang berkaitan dengan perjanjian Hudaibiyah, Nabi saw bersabda, “Berikan aku masukan dalam menghadapi orang-orang itu.” Kemudian Abu Bakar dan Umar memberi masukan, lalu beliau melaksanakan apa yang disampaikan Abu Bakar dan Umar.

Bahkan menurut Ibnu Hajar, Rasulullah pun mengajak Shahabatnya dalam menetapkan hukum. Rasulullah saw meminta pendapat Ali bin Abi Thalib tentang firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kalian mengeluarkan sedekah (untuk fakir miskin) sebelum pembicaraan itu.” (QS. Al-Mujaadilah, 58:12). Lalu Ali memberi masukan tentang keringanan dalam mengeluarkan sedekah. Kemudian turun ayat selanjutnya yang membenarkan dan menguatkan pendapat Ali tersebut.

Namun harus diakui, bahwa sistem syura itu sendiri masih bersifat normatif, global dan sederhana, mengingat problematika sosial, politik dan ekonomi masyarakat di masa sistem syura itu dimunculkan pertama kali belum sekomplek dan serumit masa sekarang.

Ketika bangsa-bangsa di seluruh dunia semakin berkembang dengan segala kompleksitas permasalahannya, maka diperlukan ijtihad yang lebih dalam untuk merinci sistem syura tersebut sehingga mampu menjawab tuntutan zaman. [7]

Dalam konteks inilah kita menemukan jawaban atas tuntutan zaman itu dalam sistem demokrasi, yang notabene merupakan hasil uji coba bangsa-bangsa di seluruh dunia setelah mengalami berbagai problematika dalam perjalanan panjang selama ratusan tahun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Secara substanif tidak ada perbedaan antara sistem syura dengan sistem demokrasi. Bahkan bersesuaian. Yang membedakan adalah ‘ruh’ atau spirit dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sistem syura berspiritkan ”rabbaniyyah”, sedang sistem demokrasi berspiritkan “insaniyyah”. Sistem syura bernilai “religiuitas”, sedang sistem demokrasi “bebas nilai”.

Namun, bagaimanapun juga sistem demokrasi lebih detail, rinci dan aplikatif. Dalam sistem demokrasi inilah kita mendapatkan derivatif sistemnya berupa: sistem kepartaian, sistem pemilihan umum untuk Dewan Perwakilan (lembaga legislatif), sistem pemilihan umum untuk pemerintahan pusat dan pemerintahan Daerah untuk memilih Presiden hingga Kepala Daerah (lembaga eksekutif), sistem pemilihan untuk lembaga Yudikatif, sistem ketata-negaraan yang meliputi pemisahan kekuasaan dan kewenangan antara ketiga lembaga tersebut agar berjalan mekanisme check and balances, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem parlemen, sistem fiskal dan moneter, sistem keuangan negara dan perbendaharaan negara, sistem sosial, sistem pendidikan, dan sebagainya. Dimana seluruh sistem itu dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar negara dan Undang-undang yang terkait dengan setiap sistem yang dibutuhkan dalam menjalankan roda pemerintahan.

Kelebihan sistem demokrasi adalah dapat meminimalisir potensi diktatorisme politik, ekonomi dan sosial. Disinilah sebenarnya peluang kita untuk mengisi nilai-nilai religiusitas dalam sistem demokrasi, sehingga demokrasi itu menjadi “islami”.

Melalui mekanisme yang berlaku dalam sistem demokrasi, kita dapat melakukan audit terhadap seluruh produk-produk demokrasi berupa Undang-Undang Dasar (UUD) atau Undang-Undang (UU), kemudian memperjuangkan amandemen UUD/UU tersebut melalui parlemen, agar pasal-pasal yang terdapat di dalamnya sesuai dengan syari’at Islam.

Apabila kita mampu mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen, bukan tidak mungkin sebagian besar atau bahkan seluruh UU tersebut akan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah.

Kalau ini terealisasi, maka secara otomatis pemerintahan yang berkuasa mewujud menjadi pemerintahan Islam, karena menjalankan seluruh UU yang bersumber dari Al-Qur’an dan Ad-Sunnah. Pada saat itulah negara tersebut layak disebut negara Islam (Daulah Islamiyah).

Jadi sebenarnya, sistem demokrasi yang telah diberi spirit Rabbaniyyah dan diisi dengan nilai-nilai religiusitasd, dapat digunakan sebagai sarana yang efektif untuk Iqamatud-Daulah al-Islamiyyah dalam da’wah, apabila kita bijak menyikapinya.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Referensi:

  1. HR. Ahmad dalam Al-Musnad, no.17994 dari Abdurrahman bin Ghanam. Juga, HR. Thabrani, dalam Al-Ausath, jld 7, hlm 212 dari Al-Barra bin Azib.
  2. HR. Muslim dalam Bab Al-Jum’ah, no.867; Ahmad dalam Al-Musnad, no.14334; An-Nasa’i dalam Bab Shalat Al-Idain, no.1578; Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah, no.45.
  3. Menurut At-Tirmidzy, ini adalah hadits hasan shahih gharib yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab. Adz-Dzahaby menshahihkannya menurut syarat Asy-Syaikhani (Bukhari –Muslim).
  4. Hadits ini diriwayatkan dari Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ari. Di dalam sanadnya ada Syahr bin Hausyab. Menurut Ibnu Hajar dalam At-Taqrib, dia dapat dipercaya (tsiqah) namun banyak hal yang meragukan. Ahmad Syakir min-tsiqah-kannya dalan Takhrijul-Musnad.
  5. Lihat Al-Mu’jamul Kabir, 8/8035, dan disebutkan pula oleh Al-Haitsamy di dalam Majma’uz-Zawa’id. Ath-Thabrany juga meriwayatkan dalam Al-Ausath wal Kabir, serupa dengan hadits di atas.

    Ath-Thabrany dan Ahmad meriwayatkan di dalam Al-Musnad secara mauquf pada Ibnu Abi Aufa, dia berkata, “Wahai Ibnu Jahman, hendaklah kamu bersama mayoritas umat, jika kamu mendengar aspirasi umat kepada penguasa. Datangilah penguasa tersebut, sampaikan aspirasi umat, mudah-mudahan dia menerimanya. Jika tidak, tinggalkan dia, karena kamu bukan orang yang lebih tahu dari dia.” (HR. Ahmad, dalam Al-Musnad, no.1941)

    Ibnu Ashim meriwayatkan di dalam Ad-Sunnah dari Ibnu Umar,”Tidak mungkin bagi Allah untuk menghimpun umat ini dalam kesesatan selamanya, dan tangan Allah di atas jama’ah. Maka hendaklah kalian mengikuti golongan terbesar. Sesungguhnya siapa yang menyimpang, maka ia akan menimpang ke neraka.” Menurut Al-Albany, isnadnya dha’if. Al-Hakim meriwayatkan hadits yang serupa ini dari beberapa jalan.
  6. Tafsir Al-Qurthubi, Darul Kutub Al-Mishriyah, jld. 4, hlm.249. Lihat juga Al-Muharrar Al-Wajiz, Ibnu Athiyah Al-Andalusi, jld.1, hlm.534.
  7. Hadits ini hasan menurut At-Tirmidzy dan shahih menurut Ibnu Hibban. Ibnu Hajar berkata, “Di dalam hadits ini terkandung musyawarah yang berkaitan dengan penetapan hukum.”

sumber :- Eramuslim.com
- pks-gajahmungkur.blogspot.com
READ MORE >>

Bingkai Kehidupan

"Save Palestine" Demonstration in Semarang

"Save Palestine" Demonstration in Semarang
Semarang, 21 Maret 2010

Mars PKS

Mars Partai Keadilan SEJAHTERA - Watch more Videos at Vodpod.

Harapan Masih Ada

Aktifitas Aleg DPRD Kota Semarang


Ketua DPC dan Ketua Kaderisasi DPC PKS Gajahmungkur

Ketua DPC dan Ketua Kaderisasi DPC PKS Gajahmungkur
Evendi Sunarko, SPd dan Sutopo, SE

Sekretariat DPC

Dewan Pengurus Cabang
Partai Keadilan Sejahtera
Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang
Jl. Menoreh Utara I/7 Semarang-Jawa Tengah
Telp (024)8501042

Jadwal Sholat

 

Copyright © 2009 by DPC PKS Gajahmungkur Rindu Semarang Berubah Powered By Blogger Design by PKSGM-Team