Seluk-beluk Hadis Nabi, Dari Penulisan Hingga Pemalsuan Hadis
(SUARAMEDIA) Alquran, selain berisi ayat-ayat yang qath'i (jelas), juga berisi ayat-ayat yang zhanni (samar). Ayat-ayat yang samar dan bersifat umum memerlukan penjelasan dan keterangan lebih lanjut. Biasanya, penjelasan dan keterangan itu didapatkan dari hadis Nabi Muhammad SAW. Apa yang tidak dijelaskan secara terperinci dalam Alquran maka hal itu akan diuraikan dengan gamblang dalam sebuah hadis. Karena fungsinya itu, hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran.
Berbeda dengan Alquran yang telah ditulis sejak Rasulullah menerima wahyu meski pada daun lontar, pelepah kurma, dan kulit binatang; hadis atau perkataan-perkataan Nabi Muhammad SAW lebih banyak dihafal oleh para sahabat daripada ditulis. Sebab, Rasulullah pernah melarang para sahabat untuk mencatat hadis-hadis, sebagaimana riwayat yang diterima dari Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, dan Zaid bin Tsabit yang tercantum dalam Taqyid al-Ilm karya Ibnu Abdul Barr. Larangan ini dimaksudkan agar sahabat fokus pada Alquran.
Namun, larangan ini, menurut sebagian ulama, tidak ditujukan kepada semua sahabat, tetapi khusus kepada para penulis wahyu karena kekhawatiran bercampurnya ayat-ayat Alquran dan hadis. Karena itu, pada keterangan lain, disebutkan bahwa Nabi SAW mengizinkan menulis hadis, sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Amr, Abu Syah, dan Ali bin Abi Thalib.
Kendati pada masa awal Islam sudah ada catatan-catatan hadis yang ditulis beberapa sahabat, penulisan hadis secara khusus baru dimulai pada awal abad ke-2 H saat Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah menduduki jabatan khalifah (717-720 M).
Sebab, menurut Khalifah Umar bin Abdul Aziz, bila tidak dikumpulkan dan dibukukan secara sendiri, hadis itu berangsur-angsur akan hilang. Apalagi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat banyak sahabat dan para penghafal hadis semakin berkurang, baik karena meninggal dunia maupun berpindah tempat sesuai dengan perkembangan wilayah kekuasaan Islam. Dan, hal ini juga dimaksudkan untuk terpeliharanya hadis dari ungkapan-ungkapan orang lain yang dikira bersumber dari Rasulullah (hadis palsu).
Sebab, setelah wafatnya khalifah Utsman bin Affan, timbul pergolakan politik antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan lainnya. Akibatnya, di masa itu, banyak muncul hadis-hadis palsu. Hadis-hadis palsu ini dilontarkan oleh pihak-pihak yang bertikai untuk menguatkan pendapatnya yang seolah-olah pendapat itu sesuai dengan pendapat Rasulullah.
Menurut guru besar Ilmu Hadis dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah SAW, Prof DR KH Ali Mustafa Ya'kub MA, kelompok yang paling dominan dalam membuat hadis-hadis palsu adalah kalangan politisi dan ahli sufi. Bila kalangan politisi banyak membuat hadis palsu untuk mendukung pendapatnya, kalangan ahli sufi membuat hadis palsu karena melihat bobroknya akhlak umat yang mulai enggan beramal saleh. Karena itu, hadis palsu dibuat oleh kalangan ahli sufi untuk merangsang umat beramal saleh.
Tingkatan hadis
Sepanjang hidup Rasulullah SAW, ratusan ribu hadis, baik berupa perkataan maupun perbuatan beliau, telah diriwayatkan para sahabat dan ahli hadis. Awalnya, dari satu sumber (Rasulullah), namun akhirnya disampaikan secara berbeda-beda. Karena itulah kemudian muncul berbagai istilah hadis Nabi. Ada yang hadisnya mutawatir, ahad, sahih, hasan, dan daif.
Bila dilihat dari kuantitas (jumlah) perawinya, dikenal dengan hadis mutawatir dan ahad. Mutawatir artinya hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi yang kedudukannya diakui banyak ulama dan ahli hadis lainnya. Sedangkan, hadis ahad diriwayatkan oleh sedikit perawi.
Begitu pula bila dilihat dari kualitas para perawinya, hadis terbagi bermacam-macam. Ada hadis yang sahih (benar), hasan (baik), dan daif (lemah). Namun, ada pula hadis yang diterima (maqbul) dan tertolak (mardud). Karena itu, ada hadis yang diakui sebagai hadis dan ada pula yang tidak diakui sebagai hadis (palsu). Wa Allahu A'lam.(kmp)

Minggu, 27 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Foto PKS Gajahmungkur di Palestine's Dialogue Forum

Comments :
0 komentar to “Dari Penulisan Hingga Pemalsuan Hadis”
Posting Komentar