JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional kedua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 16-20 Juni 2010, sudah muncul suara-suara yang menyoroti pilihan Hotel Ritz Carlton Pacific Palace Jakarta sebagai tempat pelaksanaan acara.
Semua tahu bahwa tempat itu adalah hotel mewah milik perusahaan Amerika Serikat (AS), negara yang kerap menjadi sasaran aksi massa PKS terkait dengan kebijakan standar ganda AS dalam konflik Palestina-Israel.
Apalagi, PKS juga mengundang Duta Besar AS Cameron R Hume sebagai salah satu pembicara dalam sebuah seminar internasional yang diselenggarakan saat Munas itu berlangsung.
Sejumlah kalangan mempertanyakan sikap PKS yang dinilai telah mendua dan berubah sehingga dikhawatirkan melemahkan respons partai ini terhadap isu-isu yang terkait dengan AS dan perjuangan rakyat Palestina. Publik mempertanyakan agenda terselubung apa di balik perubahan sikap PKS itu.
Pertanyaan tersebut tidak hanya disampaikan kalangan eksternal partai tetapi banyak pula kalangan internal pengurus PKS yang menyayangkan pengambilan lokasi Munas di hotel mewah tersebut.
Menurut Kepala Badan Humas PKS Ahmad Mabruri, ia dan banyak pimpinan PKS lainnya telah menerima banyak SMS (layanan pesan singkat) yang mempertanyakan dan menyayangkan keputusan panitia penyelenggara Munas yang dikabarkan menghabiskan dana sekitar Rp 10 miliar itu.
"Jangankan Anda (wartawan), pengurus PKS di daerah-daerah juga banyak yang mempertanyakan soal itu. Tetapi setelah kita jelaskan, akhirnya mereka bisa memahami," ujarnya.
Strategi
Berbeda dengan cara pandang sejumlah pihak yang menyayangkan manuver PKS ini, sejumlah pengamat politik justru menganggapnya sebagai sebuah strategi semata. Mereka memandang keputusan PKS itu tidak lebih dari sekadar strategi untuk menarik simpati publik dengan mengubah citra partai menjadi partai yang lebih terbuka dan bisa diterima masyarakat luas.
Pengamat politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai PKS sedang berupaya mengubah citranya untuk memperluas dukungan karena selama ini pemilihnya masih terbatas.
Menurut dia, hal itu merupakan manipulasi untuk mengakali sikap pemilih pada Pemilu 2014 agar PKS bisa diterima masyarakat yang lebih luas, termasuk kalangan nonmuslim.
Menyadari banyaknya pertanyaan yang muncul seputar pemilihan lokasi penyelenggaraan Munas, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq mengklarifikasi masalah itu saat mengawali sambutannya pada pemukaan Munas ke-2 PKS, Kamis (17/6/2010) malam, yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Luthfi mengatakan, dipilihnya Hotel Ritz-Carlton sebagai lokasi Munas karena "ballroom" hotel mewah di kawasan Mega Kuningan Jakarta ini mampu menampung sekitar 4.000 hingga 5.000 orang peserta. "Kita sudah survei, ’ballroom’ yang mampu menampung jumlah peserta sebanyak itu hanya Ritz-Carlton dan Jakarta Convention Center (JCC), tetapi JCC sudah penuh hingga Agustus. Jadi, kita pilih Ritz-Carlton," katanya.
Terkait dengan agenda terselubung di balik pemilihan hotel mewah milik AS bagi kepentingan PKS, Luthfi menegaskan, partainya hanya ingin mengetahui lebih jauh sikap AS terhadap Islam, khususnya Presiden Barack Obama.
Rasa keingintahuan publik tentang alasan PKS menghabiskan biaya Munas sampai sekitar Rp 10 miliar juga coba dijawab mantan Presiden PKS yang kini anggota Majelis Dewan Syuro PKS, Tifatul Sembiring. Politisi senior ini mengatakan, bukan hal yang sulit bagi PKS untuk mengumpulkan uang.
"Itu biasa kami lakukan. Kami iuran dari kantong kami, dari kas kami sendiri. Rp 10 miliar itu dari mana? Perlu diketahui kader kita di Jakarta saja ada 200 ribu orang. Kalau 100 ribu orang kita minta Rp 50.000 per orang itu sudah Rp5 miliar," tegasnya.
Partai kader
Sebagai partai kader, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PKS mengatur status keanggotaan menjadi dua kategori, yakni kader dan anggota. Kader adalah anggota yang terikat penuh dengan AD/ART partai dan sistem kaderisasi yang berbasis keislaman. Kaderisasi berbasis keislaman itu diawali sebagai kader mula, kemudian naik menjadi anggota muda, madya, dewasa, ahli, dan purna.
Dalam keorganisasian PKS, yang masuk kategori anggota adalah semua warga negara Indonesia yang terikat penuh kepada organisasi. Anggota bersifat lebih umum dan terbuka bagi siapa pun dari golongan serta agama apa pun.
Dengan sistem pengkaderan seperti itu, bisa dipahami bahwa seorang kader partai harus mengikuti aturan dan ketentuan partai. Dengan kata lain, setiap keputusan bersama yang telah diambil oleh partai apalagi Majelis Syuro sebagai institusi tertinggi partai, para kader wajib menaatinya.
Kepala Badan Humas PKS Ahmad Mabruri menyampaikan, di PKS tidak ditemui adanya faksi-faksi atau kader yang tidak puas dengan keputusan partai bicara macam-macam (di luar keputusan partai) di media massa.
"Kalau pun ada perdebatan alot, maka itu akan terjadi di musyawarah Majelis Syuro yang dilakukan secara internal. Dan jika sudah ada keputusan Majelis Syuro, siapapun dia wajib mengikuti keputusan itu, meskipun pada awalnya berbeda pandangan," ujarnya.
Hal itu pula agaknya yang menyebabkan Munas PKS di hotel mewah AS itu berjalan lancar dan tidak mengalami tidak dinamika mencolok seperti yang ditemukan dalam kongres partai lain.
Demokrasi murah
Munas kedua PKS ini tidak melakukan pemilihan pucuk pimpinan partai karena pemilihan sudah selesai di tingkat musyawarah Majelis Syuro. Personalia kepengurusan DPP PKS pun sudah ditetapkan melalui musyawarah majelis tertinggi beranggotakan 99 orang tokoh partai dari pusat dan daerah ini setelah didahului oleh Pemilu raya internal di seluruh Tanah Air.
Luthfi Hasan Ishaaq telah ditetapkan sebagai presiden partai dan Anis Matta sebagai sekretaris jenderal partai. Proses demokrasi yang terjadi di PKS itu boleh jadi memunculkan "kesan tertutup" namun hal itu justru mendapat pujian Pengamat Politik Bachtiar Effendi yang mengatakan, dengan cara seperti itu PKS telah memberikan contoh bagaimana demokrasi murah bisa diterapkan.
"Sebenarnya demokrasi itu bisa dilakukan dengan ongkos yang murah. PKS telah memberi contoh pemilihan pimpinan partai melalui Majelis Syuro," katanya.
Tidak seperti tradisi dan budaya politik di partai lain, pemilihan pimpinan tertinggi PKS pun tidak mengeluarkan banyak biaya karena tidak ada kampanye, iklan, maupun spanduk dan poster kandidat. Pemilihan pucuk pimpinan partai dilakukan oleh Majelis Syuro yang beranggotakan orang-orang pilihan, katanya.
Mahalnya ongkos demokrasi di Indonesia selama ini karena aturan atau ketentuan yang dibuat lembaga legislatif justru mendorong biaya politik yang besar. "Aturan kitalah yang membuat elite gampang pecah. Yang kalah, bikin partai baru. Ini harusnya tidak boleh lagi (terjadi)," katanya.
Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini pun setuju dengan usul memperbesar aturan batas minimal perolehan kursi di DPR (parliamentary threshold) menjadi lima persen untuk menekan jumlah partai politik.
Pandangan tentang perlunya ongkos demokrasi yang murah juga diamini Budayawan Dr Frans Magnis Suseno. Menurut dia, seharusnya demokrasi di Indonesia bisa murah atau setidaknya tidak semahal seperti saat ini.
Dia mencontohkan, pencalonan seseorang untuk menjadi ketua, kepala daerah, atau pun calon anggota legislatif tidak seharusnya dibebani biaya karena bisa memicu munculnya sikap koruptif jika yang bersangkutan berhasil menjabat.
Terlepas dari pro-kontra di seputar pemilihan hotel mewah sebagai tempat berlangsungnya acara, pelaksanaan Munas kedua partai berbasis Muslim perkotaan yang berakhir Minggu (20/6) ini bisa menginspirasi banyak partai politik lain di Tanah Air. Setidaknya Munas PKS ini bisa menjadi contoh bagaimana proses demokrasi seharusnya dijalankan.
Comments :
0 komentar to “PKS Dicela dan Dipuja”
Posting Komentar