Simple Template For Entertainment News


Tempat Informasi Kegiatan Kader DPC PKS Gajahmungkur


GALLERY


Jumat, 21 Mei 2010

Wajah Rasul

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Di ruang kelas itu, kami tengah serius mendengarkan uraian demi uraian dosen. Dalam mata kuliah Kristologi itu, kami memang tak banyak bicara, dan lebih memilih untuk mendengarkan saja penjelasan dari sang ustadz; seorang muallaf yang nyaris saja memperoleh gelar doktoral di sebuah sekolah teologi, sebelum akhirnya hidayah Allah menggapai hatinya.

Sudah barang tentu, kebanyakan kami hanya bisa terperangah ketika dosen menceritakan sebuah doktrin penting dalam teologi Kristen, yaitu bahwa tuhan mengutus anaknya ke dunia (walaupun anaknya itu pun bagian dari dirinya, sebagaimana yang dikehendaki oleh doktrin trinitas) untuk mendamaikan manusia dengan tuhan. Alkisah, tuhan menciptakan manusia, kemudian menyesal. Ternyata manusia banyak berbuat dosa dan merusak kesucian dirinya. Karena banyak dosa itulah manusia tidak bisa mendekati tuhan. Maka tuhan pun mengutus sang anak manusia (Yesus) agar ia disalib dan menghapus dosa-dosa manusia, sehingga manusia bisa kembali mendekati tuhan, atau dengan kata lain, tuhan bisa kembali menerima manusia.

Kita takkan mengusik kepercayaan agama di luar Islam, namun akan menggarisbawahi beberapa perbedaan penting, sebagai bagian dari interaksi yang jujur dan sehat di antara pemeluk agama yang berbeda. Hanya dengan mengakui perbedaan-perbedaan inilah kita bisa menghilangkan kemunafikan dan melangkah pada sikap saling menghormati yang sebenarnya. Islam, berbeda dengan agama Kristen, memahami interaksi Tuhan dengan cara yang sangat berbeda. Allah tidak perlu perantara untuk mengampuni manusia, bahkan ampunan Allah adalah hal yang paling mudah jika kita sungguh-sungguh ber-taubat selama masih ada nyawa, dan selama matahari belum terbit dari Barat. Islam juga tidak mengenal representasi fisik Tuhan dalam bentuk apa pun, termasuk jelmaan dalam sosok manusia yang kemudian disebut sebagai anak tuhan.

Surah Al-A’raaf dalam Al-Qur’an menunjukkan sebuah episode penting dalam dakwah Nabi Musa as. yang menunjukkan betapa manusia seringkali tertipu dengan representasi fisik, dan dengan mudahnya pula melupakannya. Ayat 103-122 menceritakan bagaimana awalnya Nabi Musa as. datang langsung ke hadapan Fir’aun dan meminta agar ia membiarkan Bani Israil dibiarkan pergi bersamanya. Tentu saja seorang raja yang setengah dewa takkan mau membiarkan para budak belian pergi begitu saja dari negerinya. Maka Nabi Musa as. melemparkan tongkatnya yang berubah menjadi ular dan mengeluarkan tangannya yang bercahaya. Tanpa show of force semacam ini, mustahil Fir'aun dapat diyakinkan.

Setelah itu pun Fir'aun belum menyerah. Dipanggillah para ahli sihir untuk melawan Nabi Musa as., karena ia pikir Nabi Musa as. pun seorang penyihir. Akan tetapi mereka pun akhirnya takluk dan tersungkur bersujud seraya mengatakan, “Kami beriman kepada Rabb semesta alam, Rabb-nya Musa dan Harun”.

Menghadapi bukti-bukti nyata yang sebenarnya telah dipintanya sendiri ini, Fir’aun semakin menjadi-jadi. Kemarahannya membabi-buta, sehingga Nabi Musa as. dituduh hendak mengobarkan pemberontakan warga Mesir terhadapnya, dan Fir’aun mengancam akan memotong tangan dan kakinya secara bersilangan dan menyalib mereka semua (yaitu Nabi Musa as. dan para pengikutnya, termasuk pengikut barunya, yaitu para mantan penyihir Fir’aun). Pada ayat 123-126, diperlihatkanlah bagaimana Fir’aun mengancam para (mantan) penyihir itu, yang kemudian mereka jawab dengan mantap: "Sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami.” Ancaman kematian dari Fir’aun tidaklah menakutkan, karena setelah mati, manusia hanya akan kembali kepada Rabb-nya, kembali ke kampung halaman tempat Nabi Adam as. berasal, ke sisi Allah yang tak pernah berbuat zalim.

Para mantan penyihir itu tidak lagi tertipu dengan pancainderanya. Mereka tak pernah melihat Allah, dan tak pernah melihat surga. Akan tetapi keimanan dalam dadanya kini lebih kuat daripada keyakinan palsunya dulu terhadap ilmu-ilmu sihir.

Para pembesar Mesir memprovokasi Fir’aun, dan Fir’aun pun mengeluarkan kebijakan yang sangat kejam. Seluruh anak laki-laki yang lahir dari rahim Bani Israil dibunuh, sedangkan anak-anak perempuannya dibiarkan hidup. Seseorang dari kaumnya berkata lirih kepada Nabi Musa as., "Kami telah ditindas sebelum kamu datang, dan masih ditindas setelah kamu datang.”

Maka keadaan pun berubah silih berganti di negeri Fir’aun. Ketika bergelimang kemakmuran, mereka lupa diri dan mengatakan bahwa kemakmurannya adalah hasil usahanya sendiri. Tuhan tidak pernah mereka sebut-sebut. Akan tetapi ketika ditimpa kesusahan, mereka katakan bahwa kesialan itu datang karena Nabi Musa as. dan para pengikutnya.

Musibah datang bertubi-tubi dalam wujud angin topan, belalang, kutu, katak dan darah. Luluhlah para pengikut Fir’aun, hingga akhirnya mereka memohon kepada Nabi Musa as. agar berdoa kepada Allah untuk mengangkat adzab dari mereka. Mereka berjanji jika adzab itu dilepaskan, mereka akan beriman kepadanya dan akan membiarkan Bani Israil pergi bersamanya. Orang beriman macam apakah gerangan yang mengajukan syarat untuk keimanannya? Orang berimankah ia, jika ia mau saja membiarkan seorang Nabi pergi bersama orang lain dan meninggalkan dirinya? Setelah adzab diangkat, nyatalah kedustaan mereka. Maka Fir'aun dan kaumnya pun ditenggelamkan di dasar laut, sementara Nabi Musa as. dan Bani Israil berhasil lari ke negeri seberang.

Semoga Allah merahmati Nabi Musa as. karena kesabarannya menghadapi kaumnya yang telah mewarisi kerusakan berpikir bangsa penjajahnya dahulu. Setelah menghadapi Fir’aun yang tertipu dengan pancainderanya, kini Bani Israil pun ikut-ikutan menjadi penganut paham materialisme. Mereka tiba di suatu negeri yang penduduknya menyembah berhala, dan mereka merasa rendah diri kalau tak bisa menjawab ketika ditanya, "Mana Tuhan-mu?". Dengan segala kepandirannya mereka datang kepada Nabi Musa as. untuk meminta dibuatkan berhala juga. Nabi Musa as. pun menjawab dengan getir, "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui."

Allah SWT berkehendak untuk menurunkan Taurat kepada Nabi Musa as. Maka dititipkannyalah kaumnya kepada Nabi Harun as., saudara yang senantiasa menemaninya dalam perjuangan. Pada waktu yang telah ditentukan, Nabi Musa as. pun memohon kepada Allah agar menampakkan diri-Nya. Niscaya beliau tak termasuk orang yang tertipu dengan materialisme, yang tak dapat beriman tanpa representasi fisik, karena sebelumnya pun beliau tak pernah surut melaksanakan perintah Allah. Memang suatu kewajaran semata bila seorang hamba rindu ingin melihat wajah Tuhan-nya. Maka Allah SWT pun memerintahkan Nabi Musa as. untuk melihat ke arah sebuah gunung. Seketika gunung itu pun hancur, dan Nabi Musa as. jatuh pingsan. Ketika siuman, berkatalah beliau, “Subhaanaka tubtu ilaika, wa ana awwalul-mu'miniin" (Maha Suci Engkau, aku ber-taubat kepada-Mu, dan aku adalah yang pertama-tama beriman).

Niscaya manusia takkan pernah memahami agama ini selagi akal mereka masih ditutupi kabut materialisme. Mereka tak mau percaya pada Tuhan hanya karena mata tak bisa menggapainya. Mereka tak bisa mengimani surga hanya karena belum pernah mengunjunginya. Mereka tak mengenal cinta pada sesuatu yang belum pernah ditemuinya.

Betapa besar perasaan dengki kaum materialis ini kepada umat Islam. Umat Rasulullah saw., pewaris sejati ajaran Nabi Musa as., mampu memelihara keimanan yang kuat di dalam dadanya kepada hal-hal yang tak pernah dijumpainya. Tak pernah melihat wajah Allah, namun begitu merindukan-Nya. Umat Rasulullah saw. di akhir jaman tak pernah bertemu dengan beliau, namun tubuhnya menggigil gemetar dan air matanya menetes karena mengenang beliau. Tak ada foto, video, atau gambar rekaan yang mampu merepresentasikan perasaan rindu itu.

Begitu besar kedengkian pada umat Islam, sehingga ada yang merasa perlu untuk membuat sketsa wajah Rasulullah saw., meskipun umat Islam sendiri tak diperbolehkan untuk melakukannya. Tapi usaha ini hanya olok-olok belaka, karena mereka tak pernah menggambar berdasarkan keterangan yang shahih seperti ahli gambar di kepolisian membuat sketsa wajah seorang buronan. Mereka hanya menyematkan identitas khas Arab - bersorban, berjanggut, dan seterusnya - kemudian memberikan berbagai stereotip menyesatkan pada gambar itu. Maka jadilah ia lomba karikatur biasa yang tak pernah ada kaitannya dengan kebenaran.

Sebagian di antara mereka membuat-buat alasan. Mereka mengaku tak membenci Islam, namun hendak mendekonstruksi kesucian Nabi Muhammad saw. Para kartunis Barat yang agama resminya adalah Kristen telah seringkali memparodikan sosok Yesus. Jika Yesus pun bisa dikritisi (baca: diolok-olok), maka Sang Nabi Terakhir umat Islam pun tak boleh bebas dari kritik. Dan karena umat Muslim tak mau melakukannya, maka umat lainlah yang harus mengambil tugas ini.

Duhai, betapa malangnya orang-orang yang tertipu dengan materialisme. Imajinasi mereka terhambat oleh pancainderanya sendiri. Melihat dunia sudah merasa mengenal surga. Mereka tak mampu membayangkan ada sesuatu yang melampaui jangkauan tangannya sendiri. Mereka tak mengenal cinta yang tumbuh di antara hati orang-orang yang beriman, meski mereka tak saling mengenal. Isyhaduu bi annaa muslimuun...

wassalaamu’alaikum wr. wb.


http://akmal.multiply.com/journal/item/789/Wajah_Rasul

Comments :

0 komentar to “Wajah Rasul”

Posting Komentar


Jadwal Sholat

 

Copyright © 2009 by DPC PKS Gajahmungkur Rindu Semarang Berubah Powered By Blogger Design by PKSGM-Team