Simple Template For Entertainment News


Tempat Informasi Kegiatan Kader DPC PKS Gajahmungkur


GALLERY


Senin, 31 Mei 2010

DA’WAH PARTAI, BID’AHKAH?


Mukaddimah

Sebagian kalangan telah berlebihan dalam memberikan label bid’ah dan haram. Bagi mereka, kebenaran hanya satu yaitu ada pada mereka, tinggal pilih; ikut mereka atau ikut yang yang lain (baca: ahli bid’ah). Itu semua hanya karena perbedaan dalam memahami sesuatu yang bukan prinsip agama (ushul), namun disikapi seperti lakum diinukum wa liyadin. Seakan tidak ada ruang untuk berbeda pendapat. Mereka melarang-larang manusia taqlid kepada Al Banna, Al Qaradhawy, Sayyid Quthb, Al Ghazaly, namun sayangnya, tanpa disadari mereka justru mengajak manusia selalu meng-aminkan dan ikut buta terhadap apa yang mereka pahami.

Mereka berlapang dada ketika Syaikh bin Bazz berbeda pendapat dengan Syaikh al Albany dalam masalah meletakkan tangan di dada ketika berdiri setelah ruku (i’tidal); Syaikh bin Bazz menyebutnya sunah sedangkan Syaikh al Albany membid’ahkannya , masalah perhiasan emas melingkar pada wanita, Syaikh bin Bazz menyatakan halal sebagaimana pandangan jumhur bahkan ijma’, sementara Syaikh al Albany mengharamkannya. Masih banyak perbedaan lainnya antara dua Syaikh ini, yang dimaklumi oleh pengikutnya sebagai ikhtilaf biasa.

Namun, kenapa mereka tidak mau terima ketika Syaikh bin Bazz berbeda dengan Syaikh al Qaradhawy dalam masalah perdamaian dengan Israel pada medio 90-an, mereka menyalahkan Al Qaradhawy. Masalah lain, Al Qaradhawy membolehkan zakat dengan nilainya (uang) sebagaimana pandangan Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Abu Hanifah, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu dari kalangan sahabat. Lalu mereka menyalahkannya lagi karena berbeda dengan Syaikh bin Bazz, Syaikh Shalih Fauzan dan lain-lain yang melarangnya, sebagaimana pandangan Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad yang melarang mengeluarkan zakat dengan nilainya (uang). Atau perbedaan Syaikh al Albany dengan jumhur (mayoritas) ulama, Syaikh al Albany menyatakan wajibnya bagi penduduk Jalur Gaza keluar (hijrah) jika mereka tidak mampu melawan Israel, ada pun jumhur berpendapat jika tidak mampu maka penduduk sekitarnya harus membantunya, jika tidak mampu juga, negara tetangga harus membantu, dan seterusnya. Namun mereka membela mati-matian pendapat Syaikh al Albany tersebut, termasuk pembelaan Ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh. Seandainya, manusia tidak sefanatis itu niscaya lebih baik akhirnya.

Intinya, mereka bisa toleran dan dewasa jika perbedaan itu terjadi pada sesama Syaikh-Syaikh mereka (dan Syaikh-Syaikh tersebut adalah Syaikh bagi kita semua, bukan hanya bagi mereka). Anehnya, mereka gagal untuk berlapang dada jika perbedaannya antara Syaikh-Syaikh tersebut dengan Syaikh-Syaikh yang lain. Maunya, semua harus ikut dan sama dengan kemauan mereka.

Termasuk dalam masalah legalitas partai politik; bid’ah, haram, ataukah boleh? Ini seharusnya disikapi sebagaimana perbedaan furu’ lainnya. Masing-masing ulama berhak berijtihad terhadap masalah ini. Tidak boleh memaksakan pendapat terhadap yang lainnya. Satu sama lain seharusnya mengingat bahwa seandainya pendapatnya salah, Allah ‘Azza wa Jalla hargai dengan satu pahala, jika benar dua pahala. Allah Jalla wa ‘ Ala masih menghargai kesalahan sebuah ijtihad dengan satu pahala, sementara manusia –anehnya- justru ‘menghargai’ kesalahan ijtihad dengan tuduhan dan vonis sesat. Wallahul Musta’an!
Bid’ahkah Partai Politik?

Ada baiknya kita memahami dengan baik tentang bid’ah, sebab kesalahan definisi membawa kesalahan dalam sikap.

Secara bahasa, bid’ah adalah Ma uhditsa ‘ala ghairi mitsal sabiq (Hal baru yang dibuat tidak memiliki contoh sebelumnya) (Al Munjid fil Lughah wa A’lam, hal. 29) sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yang membuat hal-hal baru (man ahdatsa) dalam urusan kami (Islam) yang bukan darinya, maka ia tertolak.”
(HR. Muttafaq ‘Alaih, Riyadhus shalihin. No. 169, Maktabatul Iman)

Secara syariat, sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bid’ah adalah apa yang tidak disyariatkan Allah dan RasulNya; yaitu apa yang tidak diperintahkan untuk berbuat dan beramal dengannya, tidak perintah wajib, tidak pula sunnah.
(Majmu’ al Fatawa, 4/107-108)

Syaikhul Islam juga berkata, “Bid’ah adalah apa-apa yang menyelisihi Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ umat pendahulu, berupa perkara i’tiqad dan ibadah-ibadah seperti perkataan khawarij, rafidhah, qadariyah, jahmiyah, dan orang-orang yang beribadah dengan menari, bermusik di dalam mesjid (camkan ini, wahai para munsyid! –pen), beribadah dengan cara mencukur jenggot, memakan tanaman yang memabukkan. Seluruhnya adalah perkara bid’ah yang dijadikan sebagai sarana untuk beribadah oleh sekelompok orang yang menyelisihi Al Qur’an dan As Sunnah.”
(Ibid, 18/346)

Dari uraian singkat di atas, bisa kita pahami, bahwa bid’ah yang terlarang dalam Islam adalah perbuatan yang baru dalam perkara agama seperti aqidah dan ritual ibadah, yang belum ada contoh sebelumnya dalam Al Qur’an dan As Sunnah, baik terhukum wajib atau sunah. Arti lainnya, bid’ah adalah ritual yang disisipkan kedalam Islam, padahal bukan dari Islam. Maka, inovasi dalam urusan dunia bukanlah bid’ah dalam syariat yang statusnya terlarang. Justru dalam urusan dunia yang selalu berkembang dan fleksibel, Islam memberikan keluasan dan keluwesan, kecuali ditemukan dalil pelarangannya. Nah, partai politik bukanlah urusan aqidah dan ritual ibadah, ia hanyalah sarana dunia bagi manusia untuk berserikat dan berkumpul, sebagaimana perkumpulan lainnya. Partai politik adalah bid’ah, yaitu bid’ah dalam artian lughah (bahasa) sebab memang ia adalah baru, sebagaimana yayasan, lasykar jihad, kelompok diskusi, lembaga fatwa, klub sepak bola, darma wanita, pramuka, organisasi, dan lain-lain. Semuanya bid’ah (baru) karena belum ada pada masa Rasulullah dan tiga generasi terbaik setelahnya, Yang membedakan hanyalah ruang lingkup kerjanya, selebihnya sama yaitu sama-sama wadah kumpulan manusia.. Rasulullah dan generasi terbaik belum pernah mendirikan yayasan untuk da’wahnya, tidak pernah pula mendirikan Hai’ah Kibaril Ulama untuk menelurkan fatwa, atau membuat website untuk menyebarkan fikrahnya, namun itu semua bukan bid’ah dalam perkara agama yang terlarang.

Syubhat wa rudud (syubhat dan bantahannya)

Ada beberapa alasan dan syubhat yang mereka hembuskan untuk menggugat keberadaan partai politik (berasaskan Islam). di antaranya karena Partai politik tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah, sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in. Partai politik membuat umat terpecah belah, dan memecah belah umat adalah haram. Partai politik merupakan tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir). Benarkah alasan-alasan ini?

Satu hal yang menjadi pertanyaan besar adalah kalau memang demikian buruknya partai politik, kenapa justru para ulama Indonesia sepakat mendirikan Partai Masyumi pada tahun 50-an? apakah mereka tidak tahu keburukan-keburukan tersebut? Ataukah keburukan-keburukan tersebut hanyalah asumsi atau bualan dari sekelompok orang zaman ini yang memang lebih suka mengoleksi kesalahan orang lain? Apa mungkin para ulama Indonesia masa itu (baik dari NU, Muhammdiyah, Persis, Muslimin Indonesia , Al Irsyad dan lain-lain) sepakat dalam kesesatan? Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jelas-jelas menegaskan bahwa umatnya tidak mungkin sepakat dalam kesesatan. Ataukah orang zaman ini merasa lebih tahu dan lebih tinggi ilmunya dibanding ulama pada masa itu? Padahal yang mengharamkan partai justru kalangan yang amat menjauh dari politik, artinya mereka bukan pemain langsung yang tidak mengetahui seluk beluknya. Wal hasil, pantaskah mereka memberikan fatwa haram dan bid’ah padahal mereka tidak tahu dengan utuh seluk beluknya?

Syubhat Pertama: Partai Politik tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah, sahabat, dan salafushalih

Ya. Partai politik tidak pernah didirikan oleh Rasulullah, sahabat dan generasi terbaik umat ini. Bahkan partai politik tidaklah kita temui dalam Al Qur’an dan Al Hadits, kitab ulama salaf dan khalaf. Wacana partai politik baru ada awal abad dua puluh masehi. Namun, masalah partai –dan masalah perkumpulan manusia lainnya- juga bukanlah hal terlarang, sesuai kaidah syara’ , Kullu asya’ al ibahah illa ma warada ‘anis syari’ tahrimuhu (segala sesuatu adalah boleh kecuali ada dalilnya dari pembuat syariat yang ,melarangnya). Inilah kaidah dalam menyikapi perkembangan kehidupan dunia. Maka, datangkanlah satu saja dalil dari Al Qur’an dan Al Hadits yang melarang keberadaannya. Selama belum ditemukan dalilnya, maka harus kembali ke hukum asal segala sesuatu (bara’atul ashliyah) yaitu boleh (mubah). Berbeda halnya dengan perkara ibadah khusus, yang kaidahnya justru hukumnya haram jika tidak memiliki landasan dari Al Qur’an dan Al Hadits.

Mereka mengatakan, ‘Bukankah parpol Islam didirikan untuk berdakwah? Berarti ia telah memasuki wilayah agama dan ibadah, bukan lagi urusan dunia semata yang hukum asalnya boleh, dan Rasulullah tidak pernah berdakwah dengan parpol’

Jawab: Ibadah ada dua macam, mahdhah dan ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang juklak (petunjuk pelaksanaannya) sudah ada keterangannya ( baku ) dan manusia dilarang untuk menambah atau menguranginya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, umrah. Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang juklaknya tidak disebutkan secara rinci, disesuaikan dengan tuntutan, kelapangan waktu, dan ‘urf (tradisi). Contohnya menyantuni anak yatim dan fakir miskin; adakah syariat memberikan panduan secara rinci? Tidak, syariat hanya memberikan rambu-rambunya saja, adapun rincian seperti berapa jumlah santunan, kepada siapa peruntukkannya, bagaimana cara memberikannya, apakah dengan bakti sosial atau sunatan massal, ataukah dibuat yayasan anak yatim dan fakir miskin, maka semua ini dikembalikan kepada keadaan si penyantunnya selama dilakukan secara ma’ruf. Tidak diingkari ini menjadi urusan agama, namun apakah lantas membid’ahkan dan mengharamkan keberadaan yayasan anak yatim dan fakir miskin karena Rasulullah tidak pernah menyantuni dengan cara mendirikan yayasan?

Contoh lain, anjuran bersilaturrahim yang juga ibadah ghairu mahdhah. Saat ini manusia bisa bersilaturrahim dengan telpon, SMS, surat , email, chatting, atau mendirikan wadah forum silaturrahim; tentu ini telah menjadi urusan agama; namun apakah lantas itu semua dilarang karena Rasulullah tidak pernah bersilaturrahim dengan cara-cara tersebut?

Begitu pula berdakwah. Ini bukanlah ritual khusus sebagaimana shalat, puasa, zakat, dan haji. Rasulullah pernah berdakwah melalui surat kepada penguasa Romawi dan Persia . Ia pernah berdakwah person to person (fardiyah) atau dengan memberikan pengarahan secara massal sebagaimana khutbahnya pada haji wada’. Intinya tidak ada aturan baku tentang strategi berdakwah; semua dikembalikan kepada ijtihad masing-masing du’at selama tidak bertentangan dengan dalil-dalil syariat yang jelas. Maka berdakwah bisa melalui parpol, yayasan, karang taruna, kelompok diskusi, dan perkumpulan ma’ruf lainnya. Adalah hal yang sangat aneh jika manusia melarang dan membid’ahkan parpol dakwah, padahal ada yang mendirikan yayasan untuk dakwah seperti Al Shafwa (di Lenteng Agung), atau kelompok kajian ‘Forum Al Albany’ di UI. Jawab dengan jujur, apakah Rasulullah pernah menggunakan yayasan dan forum-forum untuk berdakwah? Pasti tidak, sebagaimana parpol. Lalu kenapa parpol dilarang, yang lain tidak? Bukankah ini menjadi perselisihan yang tidak fair? Kenapa selalu menyalahkan apa yang dilakukan orang lain hanya karena mereka berbeda dengan kita, padahal orang lain tidak pernah menyalahkan kita walau kita berbeda dengan mereka.
Syubhat Kedua: Parpol dapat memecah belah umat Islam.

Jawab: Justru orang-orang yang selalu menebar tuduhan, vonis, mencela dan memaki sesama muslim, merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas perpecahan umat. Adakah ini mereka sadari? Bahkan mereka pun berpecah belah dengan sesama mereka sendiri, saling menuduh, tabdi’, menuduh yang lain sururiyin, hizbiyin, dan lain-lain. Adakah mereka sadari bahwa mereka berbecah? Berarti keberadaan mereka seharusnya juga diharamkan, karena telah membecah barisan umat Islam.

Sesungguhnya, urusan perpecahan umat Islam sudah ada sejak lama, jauh sebelum lahirnya parpol. Pertentangan antar pengikut madzhab fikih, pertentangan antara NU dan Muhammadiyah, pertentangan antara The Jak Mania (pendukung Persija Jakarta) dengan The Viking (pendukung Persib Bandung). Lalu apakah adanya madzhab, ormas keagamaan, dan klub sepak bola harus diharamkan karena telah memecah belah barisan umat? Pahamilah dengan baik, ini semua bukan karena organisasinya, melainkan mentalitas dan moralitas manusia yang ada di dalamnya. Jika manusia tersebut bisa menjaga perasaan, menjaga lisan, memelihara akhlak Islam, dan toleran dengan perbedaan sepele, niscaya tidak akan ada perpecahan, walau berbeda ormas, kesebelasan, atau parpol.

Syubhat Ketiga: Parpol adalah tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir)

Jawab: Apakah yang dilakukan oleh orang kafir selalu salah (dalam urusan dunia)? Walau pun hal itu sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, karena ia berasal dari orang kafir, maka ia haram dan haram? Bagaimana dengan penggalian parit (khandaq) ketika perang ahzab pada masa Rasulullah ‘Alaihi Shalatu was Salam, padahal itu adalah caranya orang Persia yang majusi (penyembah api), atas usul Salman al Farisyi radhiallahu ‘anhu. Apakah Rasulullah menolaknya, karena itu adalah kebiasaan orang kafir?

Surat da’wah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada raja-raja pernah ditolak, lantaran tidak memakai stempel, akhirnya supaya surat diterima mereka, Rasulullah ‘Alaihi Shallatu was Salam juga ikut menggunakan stempel. Artinya, stempel adalah bukan kebiasaan umat Islam pada masa itu, melainkan dari orang kafir, tetapi Rasulullah tidak menolak untuk menggunakannya.

Dari Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu, dikemukakan: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (pernah) memakai jubbatan rumiyatan (jubah ala Romawi) yang sempit kedua lengannya.”
(HR. Imam Tirmidzi dalam Asy Syamailul Muhammadiyah no. 68)

Rasulullah memakai pakaian tersebut ketika perang Tabuk. Nah, apakah Anda berani memvonis, bahwa Rasulullah telah tasyabbuh bil kuffar, karena ia telah menggunakan jubah ala Romawi?

Zaman ini pun, telah banyak penemuan-penemuan yang diawali oleh orang kafir, namun umat Islam bahkan para ulama juga mengambil manfaat darinya. Adakah orang yang mengharamkan komputer, motor, mobil, dan pesawat? Padahal itu ditemukan oleh orang kafir semua? Adakah ulama yang mengharamkan Microsoft karena ia diciptakan oleh Bill Gates, yang nota bene kafir? Siapakah yang pertama kali menciptakan internet dan segala fasilitasnya? Bukankah orang kafir yang menemukannya? Semua aktivis Islam pasti memanfaatkan internet dalam da’wahnya, lantas apakah sesederhana itu menyebut pengguna internet telah tasyabbuh bil kuffar? Jawablah!

Pelajaran di sekolah-sekolah, biologi, kimia, fisika, walau tidak sedikit jasa ilmuwan muslim, namun tidak kita ingkari orang-orang kafir telah jauh mengembangkan itu semua dengan perkembangan yang mengagumkan sekaligus mengkhawatirkan. Nah, apakah Anda mengharamkan pelajaran Biologi, Fisika, dan Kimia, karena banyak penemuan modern dalam bidang-bidang tersebut yang dilakukan oleh orang kafir?

Jadi, tidak satu pun ketetapan syariat yang melarang mengambil kebaikan dari pemikiran teoritis dan pemecahan praktis non muslim dalam masalah dunia selama tidak bertentangan dengan nash yang jelas makna dan hukumnya serta kaidah hokum yang tetap. Oleh karena hikmah adalah hak muslim yang hilang, sudah selayaknya kita merebutnya kembali. Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan –dengan sanad dhaif- sebuah kalimat, “Hikmah adalah harta dari seorang mu’min, maka kapan ia mendapatkannya, dialah yang paling berhak memilikinya.”

Meski sanadnya dhaif, kandungan pengertian hadits ini benar. Faktanya sudah lama kaum muslimin mengamalkan dan memanfaatkan ilmu dan hikmah yang terdapat pada umat lain. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr, bahwa Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pernah berkata, “Ilmu merupakan harta orang mu’min yang hilang, ambil-lah walau dari orang-orang musyrik.”

Islam hanya tidak membenarkan tindakan asal comot terhadap segala yang datang dari Barat tanpa ditimbang di atas dua pusaka yang adil, Al Qur’an dan As Sunnah. Perlu dipahami, parpol hanyalah sarana, ia bisa digunakan selama masih layak dan diizinkan keberadaannya oleh penguasa. Bila ternyata tidak layak dari sisi keefektifannya dan kondisi tidak mengizinkannya, maka bukan hal yang sulit bagi para da’i untuk meninggalkannya. Wallahu A’lam wa lillahil ‘Izzah

di publikasikan kembali : http://pks-gajahmungkur.blogspot.com
READ MORE >>

Selasa, 25 Mei 2010

Sa'id Bin Jubair Dan 'Wajah' Allah Di Setiap Sudut Dunia

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Hajjaj bin Yusuf diamanahkan untuk menjadi Wakil Gubernur Baghdad. Namun pada waktu itu orang yang membela kebenaran dianggap ingkar.

Mencegah kezaliman berarti pemberontak, dan mengungkapkan perasaan disebut pengkhianat. Sa'id bin Jubair, salah seorang ulama pada masa mendapatkan cap semua itu.

Setelah beberapa hari dalam pencarian, akhirnya Sa'id bin Jubair dapat ditemukan dan dibawa ke Baghdad untuk dihadapkan kepada wali yang zalim. Setiba di istana terjadilah dialog antara bin Jubair dan Hajjaj bin Yusuf.

"Siapa nama Anda?" tanya Hajjaj. Sa'id bin Jubair (yang bahagia anak orang yang teguh, red)," jawab Sa'id.

"Tidak, namamu yang layak adalah Syaqiy bin Kusair (si celaka anak si pecah, red)," hardik sang wakil gubernur. Mendengar demikian dengan tegas Sa'id berkata, "Yang memberi nama adalah orang tuaku, bukan Anda. Anda tidak berhak mengubahnya."

Belum lagi Sa'id selesai bicara, tiba-tiba Hajjaj menyelanya, "Celakalah kamu dan ibu bapak kamu yang memberi nama seperti itu."

"Anda tidak dapat mencela seperti itu. Hanya Allah Yang Maha Kuasa."

"Diam! Jangan banyak bicara! Saya akan kirim kamu ke neraka."

"Jika saya tahu bahwa Anda berkuasa menentukan tempatku di akhirat, tentu sejak dari dulu saya menyembah Anda."

"Bagaimana pendapatmu tentang Ali bin Abi Thalib?"

"Kalau saya pernah masuk surga atau neraka, tentu saya akan katakan kepada Anda siapa saja yang terlihat di dalamnya."

"Bagaimana pendapatmu tentang khalifah-khalifah yang lain?"

"Bukan tugasku menyelidiki amalan-amalan mereka."

"Siapakah di antara mereka yang kamu sukai?"

"Yang paling tunduk kepada Allah."

"Menurutmu siapakah yang paling tunduk kepada Allah?"

"Hanya Allah Yang Maha Mengetahui."

"Mengapa engkau tidak pernah tertawa?"

"Hati kita tidak sama."

Hajjaj menyuruh salah seorang prajuritnya untuk mengeluarkan permata yang mahal-mahal, seperti nilam dan mutiara untuk diletakkan di hadapan Sa'id. Melihat sikap buruk demikian Sa'id berkata, "Tidak ada gunanya Anda membanggakan harta karena harta itu tidak dapat menyelamatkan diri Anda dari dahsyatnya hari kiamat."

Hajjaj makin penasaran. Lalu diperintahkan lagi beberapa bawahannya untuk membawa alat-alat musik dan memainkannya di hadapan Sa'id. Namun ia tetap tidak bergeming. Ketika itu Hajjaj menjadi emosi. Dengan penuh kemarahan ia berkata, "Katakan dengan cara apa saya harus membunuh kamu Sa'id?"

Dengan tenang Sa'id menjawab, "Terserah Anda dengan cara apa saja, yang pasti Anda akan menerima balasan yang lebih pedih di akhirat nanti."

Setelah berpikir sejenak, lalu Hajjaj mulai membujuk seraya berkata, "Apakah kamu sudi meminta grasi? Saya bersedia memberimu ampunan."

"Saya hanya mau meminta ampunan kepada Allah, tidak kepada Anda."

Kesal karena tidak dapat membujuk Sa'id, akhirnya ia memanggil beberapa pengawal dan berkata, "Bawa dan bunuh dia!" Para pengawal dengan sigap memenuhi titah Hajjaj. Namun ketika mendekati pintu Sa'id tersenyum. Seorang pengawal memberitahukan hal itu kepada Hajjaj. Ia pun dipanggil kembali dan ditanya, "Mengapa kamu tersenyum?"

"Saya tersenyum karena heran melihat Anda berani melawan Allah."

Para prajurit sibuk menyiapkan natha', hamparan kulit kerbau yang biasa digunakan untuk menampung darah dan bangkai orang yang dihukum pancung dihadapan khalayak ramai. Ketika itu Hajjaj berseru, "Cepat bunuh dia!" Sa'id dipegang kuat-kuat, namun ia tidak melawan, malahan dengan tenang ia hadapkan wajahnya ke langit, sedangkan bibirnya tidak henti-hentinya menyebut Asma Allah. Melihat demikian, Hajjaj semakin geram, lalu berkata, "Tundukkan dan tekan kepalanya!"

Sa'id tidak peduli lagi dengan ocehan Hajjaj. Dengan penuh kesungguhan ia berucap, "Aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh keikhlasan dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik."

Setelah itu Sa'id memalingkan wajahnya ke kiblat, tapi Hajjaj menyuruh para pengawal untuk memutar wajahnya sehingga membelakangi kiblat. Kendati demikian, ia masih membaca ayat, ".... kemana saja kamu menghadap, di situlah 'wajah' Allah....:. Hati Hajjaj semakin sakit karena siksaan batin yang dideritanya.

Lalu ia memerintahkan , "Tekankan mukanya ke tanah!" Mendengar itu , Sa'id kembali membaca ayat, "Darinya (tanah) Kami menciptakan kalian, dan padanya Kami mengembalikan kalian, dan daripadanya (pula) Kami mengeluarkan (membangkitkan) kamu sekalian."

Hajjaj bertambah kalap, lalu berseru, "Cepat potong lehernya!" Seketika lehernya ditekan kuat-kuat, ia berdoa, "Ya Allah, saya menjadi manusia terakhir yang dianiaya Hajjaj. Setelah hari ini janganlah Engkau beri kesempatan baginya untuk berbuat aniaya seperti ini kepada hamba-hamba-Mu yang lain. Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah."

Pedang itu pun dengan cepat memotong lehernya. Berpisahlah kepala orang salih sesudah 49 tahun lamanya membawa jiwa yang besar. Semua yang hadir sempat tercengang karena menyaksikan kepala Sa'id terpisah dari badannya namun masih sempat menyebut Asma Allah dengan senyuman yang mengejek dunia.

Beberapa hari kemudian Hajjaj semakin tersiksa batinnya hingga mengalami gila, tak berapa lama kemudian ia mati. (ar/oq) www.suaramedia.com

dipublikasikan kembali : pks-gajahmungkur.blogspot.com


READ MORE >>

Bakti Ulama kepada Ibunda Mereka

Menghormati orangtua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa segenap mukmin mesti berbuat baik dan menghormati orangtua. Selain menyeru untuk beribadah kepada Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, Al-Qur’an juga menegaskan kepada kaum beriman untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah dengan menghormati keduanya.

Dan Islam memberikan penghormatan dan kedudukan yang amat tinggi kepada para ibu. Seseorang yang menghormati ibunya akan ditempatkan di surga, sedangkan anak yang durhaka kepada ibunya akan ditempatkan pada posisi terhina.

Allah berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersatukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman: 14-15)

Rasulullah sendiri, meskipun hanya beberapa tahun berada dalam dekapan ibunya, beliau merasakan betul kasih sayangnya. Kenangan manis bersama sang ibu sangat membekas, melahirkan sifat kasih dan hormat, terutama kepada kaum ibu. Kepada ibu-ibu yang pernah menyusuinya, beliau memberikan penghormatan dan penghargaan yang setingi-tingginya.

Tak heran jika ketika Rasulullah ditanya seorang sahabat, “Ya Rasulullah, siapakah yang harus aku hormati di dunia ini?” Maka Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali, dan Rasulullah menjawab dengan jawaban yang sama. Ketika ditanya untuk keempat kalinya, barulah beliau menjawab, “Ayahmu.”

Sifat kasih dan penghormatan tulus Rasulullah terhadap ibu diresapi dengan baik oleh manusia-manusia terbaik dan para ulama Salafus-Shalih umat ini. Mereka mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap kepentingan dan kebahagiaan ibu mereka. Bila perlu berusaha mencari apa saja yang bisa dikerjakan demi menyenangkan sang ibu, meski harus "membuang" banyak waktu.

Tengoklah Umar bin Khatthab yang begitu hormat kepada ibunya, sampai dalam urusan yang remeh sekalipun. Dalam hal makan, misalnya, dia tidak pernah makan mendahului ibunya. Umar dikenal luas sebagai sahabat yang paling ditakuti dan disegani karena keberanian dan ketegasannya, bahkan setan pun lari terbirit-birit bila melihat Umar. Kendati demikian, dia tidak berani makan bersama-sama dengan ibunya, sebab dia khawatir akan mengambil dan memakan hidangan yang tersedia di meja, sementara ibunya menginginkan makanan tersebut. Baginya, seorang ibu telah mendahulukan anaknya selama bertahun-tahun ketika sang anak masih kecil dan lemah.

Pun demikian dengan para sahabat lainnya, sebut saja Usamah bin Zaid bin Haritsah (putra dari orang kesayangan Rasulullah, ibunya adalah Ummu Aiman yang merawat Rasul di masa kecil). Dari Muhammad bin Sirin, diriwayatkan bahwa pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, harga pokok kurma mencapai seribu dirham. Maka Usamah mengambil dan menebang sebatang pohon kurma dan mencabut umbutnya (yakni bagian di ujung pangkal kurma berwarna putih, berlemak berbentuk seperti punuk unta, biasa dimakan bersama madu). Lalu diberikannya kepada ibunya untuk dimakan. Orang-orang bertanya, ”Apa yang menyebabkan engkau melakukan hal itu? Padahal engkau tahu bahwa pangkal kurma kini harganya mencapai seribu dirham?” Dia menjawab, ”Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu aku dapatkan, aku pasti memberikannya.”

Begitu eloknya kisah para shahabat Rasulullah. Cinta mereka kepada sang ibu sungguh mengundang decak kagum. Seolah-olah tak sedikit pun mereka membiarkan diri melakukan secuil kesalahan terhadap ibu mereka. sampai-sampai Abdullah bin Abbas menjadikan ibu sebagai sarana untuk bertobat kepada Allah.

Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki menemui Ibnu Abbas seraya menuturkan kisahnya, “Aku pernah mencintai seorang wanita, lalu meminangnya, namun ditolak. Setelah itu datang pria lain meminangnya, ternyata diterima. Aku merasa cemburu sehingga membunuhnya. Apakah aku berkesempatan untuk bertobat?” Ibnu Abbas balik bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” Ibnu Abbas melanjutkan, “Kalau begitu, bertobat saja kepada Allah dan beramallah sebisamu.” Seorang yang hadir di situ bertanya kepada Ibnu Abbas, “Kenapa engkau menanyakan tentang ibunya?” Ibnu Abbas menjawab, “Aku tidak mengetahui adanya suatu amalan yang lebih mampu mendekatkan seseorang kepada Allah selain berbakti kepada seorang ibu!” (Diriwayatkan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad)

Hal demikian tidak berbeda dengan para ulama salaf yang menjadi rujukan keilmuan dan wawasan umat. Disebabkan menolak jabatan hakim yang ditawarkan penguasa Bani Umayyah, Imam Abu Hanifah selalu mendapatkan intimidasi dan siksa, sampai akhirnya dijebloskan ke penjara. Ketika di dalam penjara, Imam Abu Hanifah terlihat sering menangis, tapi bukan karena dahsyatnya siksaan yang diterima. Salah seorang sahabatnya di dalam penjara mengonfirmasikan hal itu kepada Imam Abu Hanifah. Dia menjawab, “Demi Allah, aku menangis bukan karena sakit didera cambuk, melainkan karena aku teringat akan ibuku. Sungguh, tetesan airmatanya membuatku sangat sedih.” Ya, sang Imam lebih mengkhawatirkan kondisi ibunya dikarenakan dirinya terpenjara.

Demikian juga yang terjadi pada Imam Malik bin Anas dan Imam Ahmad bin Hambal. Dalam artikelnya, Menghormati Ibu, Chandra Kurniawan menulis bahwa kedua ulama ini begitu tekun menuntut ilmu hingga berhasil menjadi ulama besar karena ingin menghormati sang ibu, yang telah membesarkan dan mendidiknya hingga besar. Imam Malik selalu terkenang dengan apa yang dilakukan ibunya ketika dirinya masih kecil. Selesai shalat shubuh beliau dimandikan ibu, disediakan pakaian yang baik, diusapi minyak wangi, dan dipakaikan serban dikepalanya. Setelah tampak rapi, beliau diantar ibunya untuk belajar agama kepada seorang ulama.

Ibunda Imam Ahmad adalah seorang janda. Sekalipun cantik, ibunya selalu menolak lamaran lelaki yang ingin menikahinya. Hanya dengan alasan ingin membesarkan dan mendidik anaknya. Segala beban berat dalam menanggung biaya hidup dilakukan ibunya seorang diri. Imam Ahmad merasa sedih dan gelisah melihat apa yang dilakukan ibunya untuk dirinya. Sebagai balasannya, beliau bertekad kuat untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Beliau telah membuktikan sendiri dengan menjadi salah

seorang ulama terbesar sepanjang sejarah.

Sewaktu ibunya masih hidup, Imam Syafi’i selalu meminta petunjuk dan nasihat ibunya kepada siapa beliau mesti berguru. Padahal Imam Syafi’i adalah pelajar terpandai dan bisa saja beliau memilih guru yang beliau anggap paling bagus. Tetapi hal itu tidak beliau lakukan.

Ketika Imam Ibnu Taimiyah tinggal untuk beberapa lama di Mesir, beliau menyampaikan keinginan itu kepada ibunya dan meminta izin kepadanya lewat sebuah surat yang memuat betapa cinta kasih seorang anak dan kebaktiannya kepada ibu. Di dalam surat itu tertulis doa seorang anak untuk ibunya dan mengharapkan sang ibu juga mendoakannya. Siapa yang tidak mengenal Ibnu Taimiyah yang namanya harum di seantero penjuru bumi, dihormati masyarakat, dikenal ketegasannya. Namun dihadapan ibunda tercinta, dia tertunduk patuh, penuh cinta.

Seolah-olah menghormati ibu telah menjadi bagian dari kebesaran nama mereka. Mereka telah membuktikan bahwa kesibukan mereka berdakwah, popularitas mereka, tidak menghalangi mereka untuk menghormati ibu. Justru dengan menghormati ibu, nama mereka semakin terangkat pada puncak kemuliaan. Inilah sebuah berkah ibu yang seringkali luput dari perhatian kita. [ganna pryadha/voa-islam.com]

dipublikasikan kembali : pks-gajahmungkur.blogspot.com

READ MORE >>

Ibrahim Bin Adam Dan Pengembaraanya Mencari Allah

Dia adalah raja di Balkh satu wilayah yang masuk dalam kerajaan Khurasan, menggantikan ayahnya yang baru mangkat.

Sebagaimana umumnya kehidupan para raja, Ibrahim bin Adham juga bergelimang kemewahan. Hidup dalam istana megah berhias permata, emas, dan perak.

Setiap kali keluar istana ia selalu di kawal 80 orang pengawal. 40 orang berada di depan dan 40 orang berada di belakang, semua lengkap dengan pedang yang terbuat dari baja yang berlapis emas.

Suatu malam, ketika sedang terlelap tidur di atas dipannya, tiba tiba ia dikejutkan oleh suara langkah kaki dari atas genteng, seperti seseorang yang hendak mencuri.

Ibrahim menegur orang itu,“Apa yang tengah kamu lakukan di atas sana?”

Orang itu menjawab, “Saya sedang mencari ontaku yang hilang.”

“Apa kamu sudah gila, mencari onta di atas genteng,” sergahnya.

Namun orang itu balik menyerang, “Tuan yang gila, karena tuan mencari Allah di istana.” Jawabannya membuat Ibrahim tersentak, tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu.

Ia gelisah, kedua matanya tidak dapat terpejam, terus menerus menerawang merenungi kebenaran kata kata itu. Hingga adzan Shubuh berkumandang Ia tetap terjaga.

Esok harinya, keadaannya tidak berubah. la gelisah, murung, dan sering menyendiri. la terus mencari jawaban di balik peristiwa malam itu.

Karena tidak menemukan jawabannya, sementara kegelisahan hatinya semakin berkecamuk, ia mengajak prajuritnya berburu ke hutan, dengan harapan beban di kepalanya sedikin berkurang.

Akan tetapi, sepertinya masalah itu terlalu berat baginya, sehingga tanpa disadarl kuda tunggangan yang ia pacu sejak tadi telah jauh meninggalkan prajuritnya, ia terpisah dari mereka, jauh ke dalam hutan, menerobos rimbunnya pepohonan tembus ke satu padang rumput yang luas. Kalau saja ia tidak terjatuh bersama kudanya, mungkin ia tidak berhenti.

Ketika ia berusaha bangun, tiba tiba seekor rusa melintas di depannya. Segera ia bangkit, menghela kudanya dengan cepat sambil mengarahkan tombaknya ke tubuh buruannya. Tetapi, saat dia hendak melemparkan tombaknya, ia mendengar bisikan keras seolah memanggil dirinya, “Wahai Ibrahim, bukan untuk itu (berburu) kamu diciptakan dan bukan kepada hal itu pula kamu diperintahkan!”

Namun, Ibrahim terus berlari sambil melihat kiri kanan, tapi tak seorang pun di sana, lalu ia berucap, “Semoga Allah memberikan kutukan kepada Iblis!”

Dia pacu kembali kudanya. Namun, lagi-lagi teguran itu datang. Hingga tiga kali. la lalu berhenti dan berkata, “Apakah itu sebuah peringatan dari Mu? Telah datang kepadaku sebuah peringatan dari Allah, Tuhan semesta alam. Demi Allah, seandainya Dia tidak memberikan perlindungan kepadaku saat ini, pada hari hari yang akan datang aku akan selalu berbuat durhaka kepada Nyal”

Setelah itu, ia menghampiri seorang penggembala kambing yang ada tidak jauh dari tempat itu. Lalu memintanya untuk menukar pakaiannya dengan pakaian yang ia pakal.

Setelah mengenakan pakalan usang itu, ia berangkat menuju Makkah untuk mensucikan dirinya. Dari sinilah drama kesendirian Ibrahim bermula. Istana megah ia tinggalkan dan tanpa seorang pengawal ia berjalan kaki menyongsong kehidupan barunya.

Berbulan bulan mengembara, Ibrahim tiba di sebuah kampung bernama Bandar Nishafur. Di sana ia tinggal di sebuah gua, menyendiri, berdzikir dan memperbanyak lbadah. Hingga tidak lama kemudian, keshalihan, kezuhudan dan kesufiannya mulai dikenal banyak orang. Banyak di antara mereka yang mendatangi dan menawarkan bantuan kepadanya, tetapi Ibrahim selalu menolak.

Beberapa tahun kemudian, ia meninggalkan Bandar Nishafur, dan dalam perjalanan selanjutnya menuju Makkah, hampir di setiap kota yang ia singgahi terdapat kisah menarik tentang dirinya yang dapat menjadi renungan bagi kita, terutama keikhlasan dan ketawadhuannya.

Pernah satu ketika, di suatu kampung Ibrahim kehabisan bekal. Untungnya, ia bertemu dengan seorang kaya yang membutuhkan penjaga untuk kebun delimanya yang sangat luas. Ibrahim pun diterima sebagai penjaga kebun, tanpa disadari oleh orang tersebut kalau lelaki yang dipekerjakannya adalah Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang sudah lama ia kenal namanya. Ibrahim menjalankan tugasnya dengan baik tanpa mengurangi kuantitas ibadahnya.

Satu hari, pemilik kebun minta dipetikkan buah delima. Ibrahim melakukannya, tapi pemilik kebun malah memarahinya karena delima yang diberikannya rasanya asam.

“Apa kamu tidak bisa membedakan buah delima yang manis dan asam,” tegumya.

“Aku belum pernah merasakannya, Tuan,” jawab Ibrahim.

Pemilik kebun menuduh Ibrahim berdusta. Ibrahim lantas shalat di kebun itu, tapi pemilik kebun menuduhnya berbuat riya dengan shalatnya.

“Aku belum pernah melihat orang yang lebih riya dibanding kamu.”

“Betul tuanku, ini baru dosaku yang terlihat. Yang tidak, jauh lebih banyak lagi,” jawabnya. Dia pun dipecat, lalu pergi.

Di perjalanan, ia menjumpai seorang pria sedang sekarat karena kelaparan. Buah delima tadi pun diberikannya. Sementara itu, tuannya terus mencarinya karena belum membayar upahnya. Ketika bertemu, Ibrahim meminta agar gajinya dipotong karena delima yang ia berikan kepada orang sekarat tadi. “Apa engkau tidak mencuri selain itu?” tanya pemilik kebun. “Demi Allah, jika orang itu tidak sekarat, aku akan mengembalikan buah delimamu,” tegas Ibrahim.

Setahun kemudian, pemilik kebun mendapat pekerja baru. Dia kembali meminta dipetikkan buah delima. Tukang baru itu memberinya yang paling manis. Pemilik kebun bercerita bahwa ia pernah memiliki tukang kebun yang paling dusta karena mengaku tak pernah mencicipi delima, memberi buah delima kepada orang yang kelaparan, minta dipotong upahnya untuk buah delima yang ia berikan kepada orang kelaparan itu. “Betapa dustanya dia,” kata pemilik kebun.

Tukang kebun yang baru lantas berujar, “Demi Allah, wahai majikanku. Akulah orang yang kelaparan itu. Dan tukang kebun yang engkau ceritakan itu dulunya seorang raja yang lantas meninggalkan istananya karena zuhud.” Pemilik kebun pun menyesali tindakannya, “Celaka, aku telah menyia-nyiakan kekayaan yang tak pernah aku temui.”

Menjelang kedatangannya di Kota Makkah, para pemimpin dan ulama bersama sama menunggunya. Namun tak seorang pun yang mengenali wajahnya. Ketika kafilah yang diikutinya memasuki gerbang Kota Makkah, seorang yang diutus menjemputnya bertanya kepada Ibrahim, “Apakah kamu mengenal Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang terkenal itu?” “Untuk apa kamu menanyakan si ahli bid’ah itu?” Ibrahim balik bertanya.

Mendapat jawaban yang tidak sopan seperti itu, orang tersebut lantas memukul Ibrahim, dan menyeretnya menghadap pemimpin Makkah. Saat diinterogasi, jawaban yang keluar dari mulutnya tetap sama, “Untuk apa kalian menanyakan si ahli bid’ah itu?” Ibrahim pun disiksa karena dia dianggap menghina seorang ulama agung. Tetapi, dalam hatinya Ibrahim bersyukur diperlakukan demikian, ia berkata, “Wahai Ibrahim, dulu waktu berkuasa kamu memperlakukan orang seperti ini. Sekarang, rasakanlah olehmu tangan-tangan penguasa ini.”

Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan seorang bekas penguasa seperti Ibrahim bin Adham, dari pengalamannya memperbalki diri, dari kesendiriannya menebus segala kesalahan dan kelalaian, dari keikhlasan, kezuhudan, dan ketawadhuannya yang tak ternilai. (ar/oq) www.suaramedia.com

dipublikasikan kembali : pks-gajahmungkur.blogspot.com
READ MORE >>

Biaya Puskesmas Diusulkan Naik

BALAI KOTA - Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang berharap pada DPRD supaya retribusi pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas dan laboratorium kesehatan dapat dinaikkan. Kepala DKK, dokter Tatik Suyarti mengungkapkan, kenaikan biaya retribusi itu untuk semua pelayanan pada jasa umum maupun jasa usaha. Jasa umum meliputi rawat jalan, inap, tindakan medik, medik gigi, pemeriksaan penunjang medik. Adapun jasa usaha soal pemeriksaan laboratorium dan insenerator (sanitasi).

Dikatakannya, masyarakat perlu memahami rencana kenaikan itu mengingat selama ini biaya di puskesmas masih tergantung pada retribusi rumah sakit. ’’Kami mengajukan raperda retribusi ini supaya biaya-biaya pelayanan kesehatan di puskesmas punya payung hukum beserta laboratorium kesehatan. Oleh karena itu biayanya kami usulkan naik,’’ kata dia setelah pembahasan dengan Pansus IV mengenai Retribusi Pelayanan Kesehatan dan DBD, Senin (24/5).

Mengenai besaran kenaikan, dia belum bisa menjelaskan secara rinci. Hanya disebutkan saja untuk pemeriksaan fisik dan obat yang dulu Rp 3.500 nantinya menjadi Rp 5.000 setiap kali kunjungan, belum termasuk tindakan medis.

Untuk pembiayaan lainnya, dia hanya menyebutkan secara menyeluruh. Dicontohkannya, pelayanan pemeriksaan fisik untuk keterangan sehat di dalam gedung Rp 20 ribu, di luar gedung Rp 20 ribu, pemeriksaan fisik untuk keperluan asuransi Rp 25 ribu. Konsultasi dokter ahli spesialis Rp 15 ribu, dokter konsultasi Rp 50 ribu.

Juga untuk tindakan medik, kata Tatik, kategori berat semisal pengambilan kista Rp 90 ribu. Kategori sedang Rp 60 ribu, ringan Rp 25 ribu dan sederhana Rp 10 ribu. Tindakan medik gigi juga demikian. Kategori berat Rp 55 ribu, sedang ringan mulai dari Rp 15 ribu sampai Rp 40 ribu.
Dikaji Untuk masyarakat miskin, sepanjang bisa memperlihatkan jamkesmas maupun jamkesda akan dibebaskan dari segala biaya. Biaya-biaya itu diperuntukkan bagi masyarakat mampu yang menggunakan jasa pelayanan puskesmas.

Sementara itu, anggota Pansus Muhammad Afif menyatakan, pihaknya meminta draf retribusi lama, supaya bisa mengkaji berapa kenaikan yang layak. ’’ Draf yang kami terima, nilai retribusinya sudah jadi sehingga tidak ada perbandingannya,’’ tutur dia.

Ia belum bisa memastikan apakah usulan raperda mengenai retribusi penyelenggaraan kesehatan disetujui atau tidak. Dewan akan membahasnya nanti. ’’Kenaikan biaya itu guna menyesuaikan dengan mahalnya harga obat,’’ tandas politikus asal PKS itu. (H37,H21-87)
READ MORE >>

DPRD Bentuk Panja Paragon

- Cari Akar Masalah

BALAI KOTA-SUARAMERDEKA - Komisi C DPRD Kota Semarang memutuskan permasalahan soal Mal Paragon akan diselesaikan melalui panitia kerja (panja). Setelah tertunda pembentukannya, Senin (24/5), Komisi C sepakat membentuk panja dengan ketua Zulkarnaini dan sekretaris Kadarlusman. Pembentukan itu, dikatakan Zulkarnaini, bukan tanpa alasan atau terkesan hanya ’’cari-cari’’. Pihaknya ingin mengetahui kompleksitas masalah soal berdirinya mal terbesar di Kota Semarang itu. Mulai dari amdal, perparkiran, tinggi bangunan sampai masalah penghijauan. ’’Kami akan telusuri semuanya. Kenapa setelah bangunan itu berdiri masyarakat banyak yang mempersoalkannya. Apalagi ketinggian bangunan itu diduga melebihi batas maksimal, tentunya kami cari bagaimana proses izinnya dulu,’’ ungkap Zulkarnaini.

Dengan dibentuk Panja tersebut, Dewan bisa leluasa untuk mencari jawaban atas permasalahan itu. Dewan dalam kerjanya nanti akan memanggil pihak-pihak terkait seperti Pemkot, Pemprov Jateng untuk permasalahan izin tinggi bangunan serta pengelola Mal Paragon sendiri. ’’Pembentukan ini bukan sarana justifikasi kepada pengelola, tapi semata-mata untuk mencari akar masalah secara keseluruhan terutama pada izin gedung di Kota Semarang,’’ ujarnya.
Masalah Perizinan Terpisah, anggota Panja Agung Budi Margono menambahkan, keberadaan mal tersebut bakal dijadikan entry point soal masalah perizinan sebuah bangunan gedung yang ada di Kota Semarang. ’’Jadi kami bukan punya pretensi apa pun, melainkan untuk mencari sampai sejauh mana pelaksanaan dari sebuah proses perizinan. Paragon ini yang menjadi contohnya,’’ tandas dia.

Dengan memanggil para pemangku kepentingan dalam hal ini Pemkot, Panja hanya ingin mengetahui proses keluarnya izin. Banyak informasi yang didapatkan, kalau izin bangunan dengan begitu mudahnya disetujui tanpa melihat studi kelayakannya. ’’Kami akan telusuri apakah Paragon sudah menjalankan aturan di dalam amdalnya atau memang tidak ada. Inilah yang sedang kita cari,’’ ujarnya.

Baik Zulkarnaini maupun Agung menyatakan, kesimpulan akhir dari Panja ini bisa bersifat umum atau memang spesifik pada Paragon bila ditemukan ada pelanggaran izin. ’’Kami belum bisa menyatakan lebih soal kesimpulannya,’’ tandas Zul. (H37,H21-87)

READ MORE >>

Senin, 24 Mei 2010

Cerita, "Kisah Nyata Frank Slazak"

Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot.

Namun, sesuatu pun terjadilah. Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan. Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.

Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center

Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi , latihan ketangkasan , percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ?

Aku sangat yakin bahwa akulah yang akan terpilih. “ Tuhan, biarlah diriku yang terpilih karena itu adalah anugerah yang terbesar dalam hiduku!” , begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih orang lain yaitu Christina McAufliffe.

Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam ?

Aku berpaling pada ayahku. Dan katanya: “Semua terjadi karena suatu alasan.”

Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku? 73 detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak... dan menewaskan semua penumpang.

Saat itulah aku menangis, dan perasaan kesal dan marah kepada Tuhan hilang…yang ada adalah perasaan yang sangat bahagia dan tersanjung…bahwa Tuhan benar-benar sayang kepada diriku.

Aku teringat kata-kata ayahku: “Semua terjadi karena suatu alasan.” Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang….
Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.

Tuhan mengabulkan doa kita dengan 3 cara:
1. Apabila Tuhan mengatakan YA. Maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta.
2. Apabila Tuhan mengatakan TIDAK. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang lain yang lebih sesuai untuk kita.
3. Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kehendakNYA.

Firman Allah dalam Al Quran :
" Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2:216)
READ MORE >>

PKS dan PKB Tolak Sebutan Selat Singapura

Jakarta, RMOL. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak setuju penamaan batas Indonesia dengan Singapura dengan sebutan Selat Singapura.

"Kami menolak penyebutan nama Selat Singapura. Ini pertanyaan kami pertama. Penyebutan nama Selat Singapura ini secara psikologis, kita mengalami kekekalahan. Karena kalau tidak salah, kita sudah punya nama untuk selat itu. Apakah tidak ada nama yang netral?," ujar anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Muzammil Yusuf.

Hal itu dikatakan Muzammil dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro serta Plt Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Muhammad Indra di gedung DPR Jakarta (Senin, 24/5).

Muzammil menegaskan, Indonesia tidak perlu ikut-ikutan dengan menyebut perbatasan tersebut dengan dengan Selat Singapura. Menurutnya, biarkan hanya Singapura sendiri yang menggunakan nama itu.

"Sebab, Bangsa Arab dan Iran saja, mereka telah ratusan tahun menyatakan penamaan Teluk Arab dan Parsi. Orang Arab menyebutnya Teluk Arab dan orang Iran menyebutnya Teluk Parsi," ucapnya membandingkan.

Hal yang sama juga dipertanyakan Lily Wahid. Pada pembahasan mendatang, politisi PKB ini berhadap perlu dipertanyakan mengenai penamaan Selat Singapura.

"Setahu kami itu namanya Selat Sumatera, tapi kenapa berubah menjadi Selat Singapura," tandasnya.
[zul]

READ MORE >>

PKS Minta Anas Bangun Komunikasi Dialogis dengan Koalisi


Jakarta, RMOL. Keberadaan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum Partai Demokrat diharapkan mampu membangun komunikasi politik antar partai yang lebih interaktif dan dialogis.

Hal itu disampaikan Ketua DPP PKS Mahfud Siddiq kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin (24/5).

"Anas sebagai ketum partai pemimpin koalisi bisa mengambil inisiatif komunikasi," katanya.

Menurut Mahfud, kendala selama ini dalam koalisi adalah kurang lancarnya komunikasi antar partai koalisi.

"Anas sebagai mantan aktivis dan mantan ketua ormas kemahasiswaan punya modal untuk melakukan itu," ujarnya.
READ MORE >>

Minggu, 23 Mei 2010

Cinta Luar Biasa Dari Laki-Laki Biasa

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana . Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!

Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.

Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan ? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?

Nania terkesima.

Kenapa?

Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.

Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata ‘kenapa’ yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

Tapi kenapa?

Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.

Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

Cukup!

Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak ‘luar biasa’. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan.

Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.

Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.

Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.

Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!

Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan ?

Rafli juga pintar!

Tidak sepintarmu, Nania.

Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli!

Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.

Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.

Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!

Tak imbang!

Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

***

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.

Masih pembukaan dua, Pak! Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

Dokter?

Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat?

Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.

Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.

Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

***

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

Nania, bangun, Cinta? Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

Nania, bangun, Cinta? Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?

Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!

Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.

Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!

Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.

Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

dipublikasikan kembali : pks-gajahmungkur.blogspot.com

READ MORE >>

Bingkai Kehidupan

"Save Palestine" Demonstration in Semarang

"Save Palestine" Demonstration in Semarang
Semarang, 21 Maret 2010

Mars PKS

Mars Partai Keadilan SEJAHTERA - Watch more Videos at Vodpod.

Harapan Masih Ada

Aktifitas Aleg DPRD Kota Semarang


Ketua DPC dan Ketua Kaderisasi DPC PKS Gajahmungkur

Ketua DPC dan Ketua Kaderisasi DPC PKS Gajahmungkur
Evendi Sunarko, SPd dan Sutopo, SE

Sekretariat DPC

Dewan Pengurus Cabang
Partai Keadilan Sejahtera
Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang
Jl. Menoreh Utara I/7 Semarang-Jawa Tengah
Telp (024)8501042

Jadwal Sholat

 

Copyright © 2009 by DPC PKS Gajahmungkur Rindu Semarang Berubah Powered By Blogger Design by PKSGM-Team